• Home
  • About
  • Galeri
  • Buku
  • Pengalaman
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

PEYHOME

HIDUPAKN HIDUPMU!

Pemikiran Max Weber
Oleh: Paelani Setia

Image result for max weber

Max Weber seorang sosiolog modern kelahiran Efrut, Jerman, 21 April  1864. Nama lengkapnya Maxilian Weber. Berasal dari keluarga  menengah ke atas. Kedua orang tuanya memiliki latar belakang dan kecenderungan berbeda, dan itu membentuk karakter pemikiran Weber. Ayahnya politikus kaya, ibunya calvinis saleh. Saat usia 16 tahun, Weber belajar di universitas Heilderberg. Saat perang dunia I, Weber ikut dinas militer. Tahun 1884 kembali kuliah di universitas Berlin. Setelah 8 tahun, lulus, menjadi pengacara dan pengajar di universitas.

Minat Weber berubah ke sosiologi dan ekonomi. Weber lalu mengalami fase gila kerja, yang mengantarkannya menjadi professor ekonomi di universitas Herlburg di tahun 1896. Tahun 1893 dia menikah dengan seorang perempuan bernama Marianne Schnitger. Tahun 1897 ayahnya meninggal dunia. Tak lama kemudian Weber mengalami gangguan syaraf. Baru ditahun 1904 ia pulih dan kembali aktif di dunia akademis, hingga pada akhirnya meninggal dunia pada 14 Juni 1920 akibat sakit pneumonia.

Selain menulis buku dan menjadi dosen, Weber juga membantu mendirikan german sociological society ditahun 1910, konsultan dan peneliti. Rumahnya dijadikan pertemuan pakar berbagai cabang ilmu seperti Georg Simmel, Alfred maupun Georg Lukacs. Weber hidup dimasa pertumbuhan kapitalisme modern, ketika kapitalisme telah berkembang jauh dan menunjukkan eksistensi bentuk dan pola produksi yang telah berubah dengan bentuk awal yang diperhatikan Karl Marx.

Selama hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya diantaranya sebagai berikut; Die protestantische Ethik und der ‘Geist’ des Kapitalismus/The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Wirtschaft und Gessellschaft/Economy and Society 1920, Gessamelter Aufsatze zur Religionssoziologie/Sociology of Religion 1921, The Theory Social and Economic and Organization, General Economi History, From Max Weber; Essay in Sociology Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah, Karl Marx, Imanuel Kant, Nietzsche dan Wilhelm Dilthey. Banyak teori-teori yang disumbangkannya bagi sosiologi, seperti, teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisasi, tindakan social, birokrasi, sosiologi agama.

Kalau Durkheim mengartikan sosiologi suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, Weber mengartikanya sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Weber mulai meninggalkan ketergantungan sosiologi terhadap ilmu alam dan memunculkan metode memahami, verstehen. Menurut Weber, sosiologi bertujuan memahami, verstehen, mengapa tindakan social mempunyai arah dan akibat tertentu. Weber membagi tindakan social kedalam empat bagian, yaitu; tindakan social rasional instrumental, tindakan rasional nilai, tindakan afektif, tindakan tradisional. Weber juga memberikan sumbangan penting bagi sosiologi politik, yaitu kajiannya terhadap kekuasaan dan dominasi. Weber membedakan antara kekuasaan dan dominasi. Suatu dominasi memerlukan legitimasi. Weber membedakan tiga jenis dominasi; dominasi kharismatik, dominasi tradisional, dan dominasi legal-rasional.*


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
PERENCANAAN DAN TATA RUANG KOTA
By: Paelani Setia (1168030160)

A. PENGERTIAN PERENCANAAN DAN TATA RUANG KOTA
Tata ruang (land use) terdiri dari struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang berupa pusat permukiman, jaringan sarana dan prasarana (misalnya, akses jalan/trasnportasi), yang fungsinya sebagai pendudkung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan pola ruang adalah distribusi/penyebaran peruntukan ruang di suatu wilayah yang fungsinya sebagai perlindungan dan budidaya. Rencana tata ruang adalah rekayasa/metode pengaturan perkembangan di masa depan, yang harus memperhatikan faktor waktu (times) yaitu waklu lalu, kini, dan yang akan datang. Bentuknya adalah proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian lahan atau struktur ruang. Dalam arti luas, perencanaan tata ruang kota adalah keterkaitan dan keserasian tata guna lahan, tata guna air, udara, serta alokasi (penggunaan) sumber daya melalui koordinasi dan upaya penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda ( Menurut Eko Budiharjo). Pengertian lain, Perencanaan Tata Ruang (Spatial Planning) termasuk bagi dari Penataan Ruang yaitu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang (penyusunan dan penetapan) tat ruang.

B. PERENCANAAN DAN AKTOR PERENCANA KOTA
*Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
2. Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
3. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
*Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan:
1. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota;
2. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi  kota ;
3. keselarasan aspirasi pembangunan  kota ;
4. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
5. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
6. rencana tata ruang wilayah  kota yang berbatasan; dan
7. rencana tata ruang kawasan strategis  kota.
*Rencana tata ruang wilayah kota memuat:
1. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah  kota ;
2. rencana struktur ruang wilayah  kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kota ;
3. rencana pola ruang wilayah  kota yang meliputi kawasan lindung  kota dan kawasan budi daya  kota;
4. penetapan kawasan strategis  kota;
5. arahan pemanfaatan ruang wilayah  kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
6. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah  kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
*Rencana tata ruang wilayah  kota menjadi pedoman untuk:
1. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
2. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
3. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota;
4. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
5. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
6. penataan ruang kawasan strategis  kota.
*Beberapa usulan atau rekomendasi untuk peningkatan kualitas perencanaan tata ruang kota:
1. Management of conflicts (bukan hanya management of growth atau management of change);
2. Development control, berupa sanksi (disinsentif) dan bonus (insentif)
3. Parcipatory planning dan over the board planning.
4. Kepekaan sosio-kultural para penentu kebijakan.
5. Memperhatikan khazanah kekayaan alami.
6. Peran serta penduduk dan pihak swasta.
7. Berwawasan pada kepentingan rakyat.
*Tiga alat utama yang berpengaruh terhadap proses pembangunan:
1. Rencana pembangunan.
2. Kontrol pembangunan.
3. Promosi pembangunan.
*Unsur-unsur tata ruang:
1. Quicly Yielding, yaitu analisis terhadap pertumbuhan dan perkembangan daerah dan kurun waktu tertentu.
2. Political Friendly, yaitu demokratisasi dan transparansi.
3. User friendly, yaitu mudah dimengerti semua pihak.
4. Market friendly, yaitu adanyapeluang membuka usaha baru dan penanaman investasi.
5. Legal friendly, yaitu kepastian hukum (perizinan).
*Fungsi rencana tata ruang kota:
1. Menjaga konsistensi perkembangan kota/kawasan perkotaan dengan strategi perkotaan nasional dan arahan rencana tata ruang wilayah provinsi dalam jangka panjang.
2. Menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya.
3. Menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.
*Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (ada tanamannya), baik publik ataupun privat. Misalnya taman kota, taman bermain (publik), taman kantor balai kota (privat).
2. Rencana penyediaan ruang terbuka nonhijau (tidak ada tanaman, yaitu tanah yang diperkeras/paving block).
3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana jaringan pejalan kaki, angkot, tempat pedagang kaki lima, halte bis, jalur sepeda, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana.
*Aktor yang berperan dalam perencanaan kota adalah, subjek dan objeknya masyarakat, pemerintah, pelaksana teknis dinas tata kota, dan para disiplin ilmu (Palnotologi, Arsitektur, Ekonomi, Sosiologi, Teknik Sipil, Studi Pembanguna, dll).
*Manfaat Perancangan kota:
1. Menjadikan kota lebih manusiawi.
2. Terjadinya hubungan antara kota dan alam.
3. Pembaharuan pusat-pusat baru pada urban fabric (struktur masyarakat kota).
4. Hubungan yang serasi antara yang monumental dengan yang biasa (Mislanya, gedung bersejarah dengan yang buka).
5. Membuat situs vokal (pendapat banyak).
6. Kesatuan dari keanekaragaman.
7. Membuat perluasan kota dengan konsep komprehensip (pehamanan).
*Sebetulnya konsep perencanaan kota bisa dilakukan dengan Rumus 1H 4W:
1. What? Maksudnya adalah rencana apa saja yang akan dilaksanakan dalam proses pembangunan kota, pemanfaatan kota, dan pengendalian kota. Syaratnya palnning tsb harus flexible dengan perubahan yang akan terjadi di masa depan dan berguna untuk penanganan masalah kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang.
2. Where? Lokasi atau tempat mana saja yang akan di tata (Khususnya Kota)/Perencanaan wilayah secara umum di Kota. Dimana menempatkan perencanaan transportasi, halte bis, pedagang kaki lima, jalur pejalan kaki, taman terbuka hijau dna non hijau dan lain sebagainya.
3. When? Maksudnya untuk kapan perencaanaan tersebut dibuat dan dalam waktu kapan akan direalisasikan dalam proses pembangunan dan pemanfaatannya. Kalau hanya fokus pada bentuk kota TERAKHIR otomatis perencanaan tsb gagal, karena kota akan terus dilanjutkan ke depan (The City Never End). Jika hanya fokus juga pada bentuk kota yang SEMPURNA/KOMPLIT, juga akan dianggap gagal karena kota akan terus berkembang (The City Never benn Perfect).
4. Who? Maksudnya siapa yang mengerjakan perencanaan tersebut (Intinya adalah Sy=ubjek dan Objekya adalah masyarakat). Utamanya, Pemerintah, Pelaksana Teknis Dinas Tata Kota, dan Para Displin Ilmu (Planotologi, Arsitektur, Ekonom, Sosiolog, Teknik Sipil, Studi pengembanga, dll).
5. How? Maksudnya adalah Hierarki Kota dengan berbagai proses penataan ruang kota atau Alur Perencanaan hingga Pembangunan Kota, yaitu: Gagasan, Tujuan, Pengumpulan Data, Pengolahan Data, Kecenderungan Perkembangan, Perkiraan di Masa Mendatang, Perumusan Alternatif, Perumusan Rencana, Pelaksanaan Pembangunan, dan Evaluasi.

C. KOTA BARU DAN KOTA SATELIT
*Kota Baru
Menurut Gallion 2 (1994: 242) unsur yang membedakan kota baru adalah bahwa kota itu dirancang lebih dahulu, tidak hanya pemisahan politis dari daerah perkotaan yang sudah mapan.
Kota baru yang sengaja dibangun untuk aktivitas pemerintahan, dirancang sebagai kota mandiri, dengan menyediakan aktivitas (pekerjaan) bagi penduduknya agar kota baru dapat menjadi tempat bermukim para pendatang (Alonso dalam Bourne, 1978: 536)
Kota Baru berfungsi sebagai:
1. Kota Penunjang (Supporting New Town): Sebagai pemecahan masalah kota yang ada, misalnya masalah keruangan perumahan dan perluasan kota. Kota baru mempunyai ketergantungan kepada kota induk. Misalnya, Bandung sebagai kota induk dan  Cileunyi/Cimahi sebagai kota baru yang jaraknya berdekatan dengan kota induk.
a. Permukiman skala besar di pinggiran/di luar kota induk (dormitory town) yang disebut kota satelit (satelit town). Misalnya, Depok dan Bekasi sebagai penunjang kota Jakarta.
b. Kota kecil di sekitar kota induk yang ditingkatkan dan dikembangkan.
2. Kota Mandiri
Kota Mandiri yaitu kota yang direncanakan dan dikembangkan tersendiri, meski fungsinya sama dengan kota-kota yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi kota-kota ini dikembangkan dengan fungsi khusus berkaitan dengan potensi tertentu. Misalnya, kota Bekasi dengan industrinya yang besar, Bogor dengan wisata puncaknya dll.
Kota baru mandiri ini antara lain adalah (Gollany, 1976): Kota pusat pemerintahan; Kota industri (Bekasi) atau pertambangan (Timika, Papua PT Freeeort); Kota usaha kehutanan; Kota instalasi militer (Cimahi); Kota Pusat rekreasi; Permukiman skala besar.
*Kota Satelit
Kota satelit adalah kota di tepi sebuah kota yang lebih besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar. Misalnya, Depok dan Bekasi adalah sebuah kota satelit dari Jakarta; Binjai dan Lubuk Pakam adalah sebuah kota satelit dari Medan; Sidoarjo dan Bangkalan adalah kota satelit dari Surabaya; Maros adalah kota satelit dari Makassar.
Kota satelit merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan 'jembatan' masuk/akses untuk menuju ke kota besar. Karena kota satelit juga berfungsi sebagai penunjang kota besar, maka implikasi daripada kota satelit sebagai penunjang akan tampak pada hidup keseharian warganya. Kota satelit bisa juga sebagai pemasok barang-barang kebutuhan warga kota besar, karena semakin besar dan berkembangnya suatu kota maka sikap warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan mereka juga akan semakin turun. Karena hal inilah maka fungsi kota satelit sebagai kota penunjang kebutuhan hidup masyarakat kota juga akan semakin tampak. Terlepas dari fungsi kota satelit yang terbangun di atas, dengan adanya interaksi yang tetap, maka sikap hidup pada masyarakatnya juga akan secara bertahap akan mengalami apa yang bernama "resonansi sosiologis", yaitu perubahan sikap yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi yang relatif tetap.
Studi Kasus:
Pemkab Bandung menetapkan empat kota kecamatan sebagai kota satelit. Empat kota adalah Kota Ciluenyi, Kota Cicalengka, Kota Majalaya, dan Kota Pangalengan.
Misalnya, Kota Cileunyi harus ada penataan pedagang kaki lima, penataan pasar dan terminal Cileunyi.  Selain itu, Cileunyi terutama Cibiru perbatasan Kota Bandung juga terkenal macet parah sehingga Pemkab Bandung sudah bersiap membuat jalan alternatifnya. Tanah untuk memecahkan kemacetan Cibiru sudah ada, namun terkendala dengan sambungan jalannya ke Kota Bandung. Harus ada kerja sama antara Pemkab Bandung, Pemkot Bandung dan Pemprov Jabar untuk memecahkan kemacetan di batas kota daerah Cibiru ini.

D. KAWASAN KOTA TUA BERSEJARAH
*Kawasan Kota Tua di Yogyakarta
Berbeda dengan kawasan Kota Tua di kota lainnya, Kota Tua di Yogyakarta tidak terpusat dan terbagi atas beberapa loji. Loji pertama biasa disebut dengan loji kebon, atau sekarang sering disebut dengan Gedung Agung. Gedung ini sempat digunakan sebagai istana kepresidenan saat Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia.
Tidak jauh dari Benteng Vredeburg, terdapat Kantor Pos Besar, Bank Indonesia, dan Gedung BNI yang masih mempertahankan bentuk gedung aslinya. Gedung-gedung ini terlihat eksotis di malam hari. Karenanya, setiap malam kawasan Kota Tua Yogyakarta selalu diramaikan oleh wisatawan.
Selain itu, masih ada beberapa gedung peninggalan Belanda yang tersebar di berbagai lokasi. Gedung-gedung bersejarah tersebut antara lain Gedung SMA 3 yang dahulu merupakan Gedung AMS (Algemene Middelbare School), Gedung SMA 5 yang dahulu merupakan Gedung Normalschool, serta Gedung SMU BOPKRI 1 yang dahulu merupakan Gedung Christeijke MULO dan Akademi Militer.
Bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda lain yang tidak kalah unik adalah gedung yang saat ini difungsikan sebagai Gedung Asuransi Jiwasraya. Ada pula Gedung Bimo yang saat ini berfungsi sebagai gedung pertemuan.
Kawasan Kota Tua dengan gedung-gedungnya yang eksotis seolah menjadi gadis yang mempercantik wajah kota. Selain itu, kawasan Kota Tua juga menjadi bukti nyata bahwa nusantara pernah menjadi wilayah jajahan Belanda. Tidak ada salahnya, jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, singgah sejenak di kawasan ini.


Daftar Pustaka
NasrullahJamaludin, Adon. 2015. Sosiologi Perkotaan (Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya), Bandung: Pustaka Setia.
Gallion, Arthur B. dan Simon Eisner. 1992. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan Kota. Jilid Satu. Jakarta: Edisi Kelima, Penerbit Erlangga.
Gallion, Arthur B. 1994. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan Kota. Jilid Dua. Jakarta: Edisi Kelima, Penerbit Erlangga.
Golany, Gideon. 1976. New Town Planning: Principles and Practice. New York : John Wiley and Sons Publications.
Sujarto, Joko. 1989. Pendekatan Pembangunan Perkotaan Ditinjau dari Segi Perencanaan Lokal. Bandung: Departemen Planologi ITB.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Disusun Oleh:
Paelani Setia
State Islamic University Bandung 2017


KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Agung, Shalawat serta Salam tercurah limpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad Saw, juga kepada keluarganya, para sahahabatnya, pengikut dan orang-orang yang berada di jalannya hingga akhir zaman.
Alhamdulillaah dengan segala syukur kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Moralitas dan Pengaruhnya bagi Kehidupan Manusia”. Makalah ini adalah hasil dari kesabaran dan perjuangan meskipun kami menyadari masih ada kekurangan di dalamnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Nanang Suriyatna, M.Ud, selaku dosen mata kuliah Filsafat Sosial yang telah memberikan tugas ini kepada kami dan membantu kami sebagai penulis menyelesaikan makalah  ini. Dan tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan bekerja sama menyusun makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok, menambah wawasan bagi para pembaca, memberikan gambaran dan pengetahuan tentang moralitas dan pengaruhnya bagi manusia secara ringkas dan mudah dipahami. Kemudian, kami berharap para pembaca bisa mengambil pelajaran dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mengamalkannya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam makalah-makalah lainnya khususnya bagi mata kuliah Filsafat Sosial di masa yang akan datang. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.
Penulis,

Paelani Setia








DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Metode Penyusunan Makalah 2
BAB II
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Moralitas 3
B. Faktor-faktor Pembentuk Moralitas 5
C. Moral Dan Akhlak 7
D. Peran Moral Terhadap Kehidupan Bermasyarakat 8
E. Dekadensi Moral: Penyebab dan Solusi 10
BAB III
PENUTUP 20
A. Simpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 22


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama Islam di sekolah pada dasarnya sebagai wahana pembentukan manusia bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman merupakan maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam Al-Qur’an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridhai Allah.
Satu masalah sosial masyarakat yang harus mendapat perhatian kita bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini adalah tentang kemerosotan akhlak dan moral. Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula arus kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda kita. Dalam berbagai berita sering kali kita membaca berita tentang tawuran pelajar, penyebaran narkoba, minuman keras, pencurian yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri pra nikah dan beberapa kasus lainnya. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin marak terjadi.
Tentunya sebagai masyarakat terpelajar, tugas utamanya adalah terus memberikan sinergi dan warna positif bagi masyarakat. Kemerosotan moral yang terjadi menuntut kita untuk memberikan solusi terbaik agar generasi-generasi bangsa bisa terhindarkan dari semakin rusaknya moral akhlak masa kini. Hal tersebut dimulai dari adanya kesadaran akan pentingnya akhlak sebagai pembangun generasi yang cemerlang dan selamat dari kerusakan moral. Inilah yang menggugah nurani kami untuk mengangkat dan membahas materi tentang moralitas sebagai solusi perbaikan akhlak dan moral melalui pemahaman yang mudah dipahami dan aktualis, dengan judul Moralitas dan Pengaruhnya bagi Kehidupan.


B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kemudian akan kami ulas secara lebih jauh adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan moralitas?
2. Apa saja faktor-faktor pembentuk moralitas?
3. Bagaimana hubungan antara moral dan akhlak?
4. Bagaimana peran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat?
5. Bagaimana keadaan moral bangsa saat ini khususnya para pemuda, apa penyebabnya dan apa saja solusinya?
C. Tujuan
1. Adapun tujuan dari pembuatan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
2. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Sosial;
3. Mengetahui definisi dari moralitas;
4. Mengetahui faktor-faktor pembentuk moralitas;
5. Mengetahui peran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat;
6. Mengetahui kerusakan moral bangsa saat ini, penyebab serta solusinya.
D. Metode Penyusunan Makalah
Secara umum penulisan dan penyusunan makalah ini menggunakan metode studi kepustakaan dan literartur yang sesuai dengan topik pembahasan. Makalah yang pada idealnya menggunakan sumber terpercaya dan sumber yang tidak hanya fokus pada satu sumber adalah kewajiban wajib bagi para penulis dalam menyajikan materi. Nampaknya makalah ini pun sesuai dengan persyaratan tersebut.
Penyusunan makalah yang mengandalkan literatur tidak mengindahkan kualitas dari materi yang di sajikan, pembaca akan diajak untuk bisa memahami materi dengan ringkas dan jelas. Ditambah lagi dengan contoh studi kasus yang diperoleh dari berbagai sumber baik itu buku maupun internet dan sumber lainnya.
Penyususnan makalah ini dilakukan secara bertahap dari tahap satu ke tahap berikutnya, proses pengumpulan data menjadi tahap pertama penyusunan makalah, setelah data terkumpul kemudian di seleksi dan dipilih materi yang sekiranya cocok untuk dimasukkan ke dalam makalah, kemudian data diolah dan ditulis dengan berbagai variasi kutipan baik secara langsung mapun tidak langsung. Hingga kahirnya terbentuk suatu karya ilmiah yang berbentuk makalah.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Moralitas
Moral diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat. Sementara moralitas secara lughawi juga berasal dari kata mos bahasa Latin (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata ’bermoral’ mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata moralitas juga merupakan kata sifat Latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas, karena sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.  Senada dengan pengertian tersebut, W. Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai ”Kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Baron, dkk. mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Asri Budiningsih, bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila.  Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan.2 Kata moral sendiri berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan.
Dengan demikian, pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut:
1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk.
3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.
Dalam terminologi Islam, pengertian moral dapat disamakan dengan pengertian “akhlak”, dan dalam bahasa Indonesia, moral dan akhlak maksudnya sama dengan budi pekerti atau kesusilaan.  Kata akhlak berasal dari kata khalaqa (bahasa Arab) yang berarti perangai, tabi’at dan adat istiadat.
Meskipun akhlak berasal dari bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam al-Quran. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al-Quran adalah bentuk tunggal, yaitu huluk, yang tercantum dalam Surat al-Qalam ayat 4: Yang artinya “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam: 4)
Dalam Al-Quran pun Allah menyuruh umatnya untuk menghiasi dirinya dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan jangan mengotori dirinya dengan perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti firman Allah dalam Surat Asy-Syams ayat: 9-10:
Artinya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”. (Q.S. Asy-Syams: 9-10)
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu perangai (watak/tabi’at) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Hal ini juga yang menjadi salah satu tugas rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan dalam hadits dibawah ini:
Artinya: Bahwasanya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti), (H.R Ahmad).
Pengertian akhlak seperti ini hampir sama dengan yang dikatakan oleh Ibn Maskawih. Akhlak, menurut Ibn Maskawaih, adalah suatu keadaan jiwa yang menyebabkan timbulnya perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan dipikirkan secara mendalam.  Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan baik, maka perbuatan demikian disebut akhlak baik. Demikian sebaliknya, jika perbuatan yang ditimbulkannya perbuatan buruk, maka disebut akhlak jelek.
Pendapat lain yang menguatkan persamaan arti moral dan akhlak adalah pendapat Muslim Nurdin, yang mengatakan bahwa akhlak adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan, atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara akhlak dan moral. Keduanya bisa dikatakan sama, kendatipun tidak dipungkiri ada sebagian pemikir yang tidak sependapat dengan mempersamakan kedua istilah tersebut.
B. Faktor-faktor Pembentuk Moralitas
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negatif.
Berbicara tentang pembentukan moral, maka tidak bisa lepas dari aspek perubahan atau perkembangan manusia. Tentu dalam pembentukan moral ada faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti halnya perubahan manusia pada umumnya.
Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan manusia atau yang lebih spesifik mengenai pembentukan moral di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal faktor mana yang paling dominan mempengaruhi proses perubahan tersebut. Perbedaan tersebut diakibatkan karena berbedanya sudut pandang atau pendekatan yang digunakan oleh masing-masing tokoh.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti komponen hereditas (keturunan), dan konstitusi.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasl dari luar individu, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan geografis.
Namun dalam hubungannya dengan perkembangan nilai, moral dan sikap, faktor yang paling berpengaruh adalah faktor yang berasal dari luar individu (eksternal). Perkembangan moral seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana orang tersebut hidup. Karena tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seseorang tidak akan berkembang. Lingkungan disini dapat berarti keluarga (orang tua), sekolah, teman-teman dan masyarakat.
Suatu lingkungan yang paling awal berusaha menumbuh kembangkan sistem nilai, moral dan sikap kepada seorang anak adalah lingkungan keluarga. Setiap orang tua tentu sangat berharap anaknya tumbuh dan berkembang menjadi sorang individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan mampu membedakan antara yang baik dan buruk. Pada intinya orang tua atau lingkungan keluarga tentu sangat ingin anak atau anggota keluarganya memiliki sikap yang terpuji yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat dan agama.
Melalui proses pendidikan, pengasuhan, perintah, larangan, hadiah, hukuman dan intervensi pendidikan lainnya, para orangtua berusaha menanamkan nilai-nilai luhur, moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat menjadi individu sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga merupakan lingkungan terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali.
Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar khususnya dari orang tua yang sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam diri sendiri. Karena itu, orang-orang yang tak mempunyai hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat.
Lingkungan pendidikan setelah keluarga adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tentunya memiliki peranan besar dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja yang mencakup nilai, moral dan sikap. Dalam hal ini, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Dimana guru harus mampu mengembangkan pran-perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis. Berbeda dengan dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah ada kurikulum sebagai rencana pendidikan dan pembelajaran, ada guru professional, ada sarana dan prasarana dan fasilitas pendidikan sebagai pendukung proses. Di lingkungan sekolah guru tidak hanya semata-mata mengajar melainkan juga mendidik. Artinya selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya transfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Untuk itu disamping mengajar guru harus menanamkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik melalui pendidikan karakter agar memiliki moral yang baik.
Perkembangan moral menurut Durkheim (dalam Djuretna, 1994) berkembang karena hidup dalam masyarakat dan moral pun dapat berubah karena kondisi sosial. Oleh karena itu, moral masyarakat berkuasa terhadap perkembangan moral individu.
Teori-teori lain yang non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak-orangtua bukan satu-satunya sarana pembentuk moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyrakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya (Sarlito,1992: 92). Didalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata faktor lingkungan memegang peranan penting. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk atau meniadakan tingkah laku yang sesuai.
C. Moral Dan Akhlak
1. Moral
Secara bahasa moral merupakan bentuk jamak dari kata mos yang bermakna kebiasaan.  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.  Moral dipahami sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, dan patokan-patokan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral dapat berupa agama, nasihat para bijak, orang tua, guru dan sebagainya. Pendek kata, sumber ajaran moral meliputi agama, adat istiadat, dan ideologi-ideologi tertentu. Maududi membagi moral menjadi dua macam, yakni moral religius dan moral sekuler. Moral religius mengacu pada agama sebagai sumber ajarannya, sedngkan moral sekuler bersumber pada ideologi-ideologi nonagama. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya tingkah laku manusia. Sedangkan norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan salah-betulnya sikap dan tindakan manusia itu sendiri . Suatu kegiatan dinyatakan bermoral, apabila sesuai dan sejalan dengan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Dan tidak menutup kemungkinan moralitas di masyarakat tertentu berbeda dengan moralitas pada masyarakat lainnya.
2. Akhlak
Dilihat dari sudut pandang etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jamak dari (khulq) yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku, dan tabiat.  Seperti analisisnya Sheila Mc. Denough yang mengatakan bahwa kata huluq memiliki akar kata yang sama dengan halaqo yng berarti “menciptakan” (to creat) dan “membentuk” (to shape) atau memberi bentuk (to give form). Akhlak adalah istilah yang tepat dalam bahasa Arab untuk arti moral.13 Akhlak merupakan sifat manusia yang terdidik, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, Al Khulq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan, baik ataupun buruk tanpa membutuhkan pertimbangan dan pemikiran. Akhlak yang baik memunculkan budi pekerti yang mulia yaitu akhlakul mahmudah, yang dapat membawa kedalam kedamaian dan ketenangan hidup. Sedangkan akhlak yang membawa efek buruk yang memunculkan perbuatan tercela disebut dengan akhlakul madzmumah, yang berujung pada kekesalan, penyesalan, kehinaan, dan kebinasaan.
D. Peran Moral Terhadap Kehidupan Bermasyarakat
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai dianggap penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk (etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai-nilai yang terkandung dalam perbuatan tersebut.
Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia. Pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. Kedua, menarik perhatian pada permaslahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”
Selain itu fungsi dari nilai, moral yaitu dalam rangka untuk pengendalian dan pengaturan. Pentingnya sistem hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan karena belum cukup kuat untuk melindungi dan menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi maka diperlukanlah sistem hukum. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat, disebut hukum positif.
Moral (akhlak) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai sarana untuk mencapai derajat al-Insān Kamīl (manusia sempurna). Ibnu Miskawaih (1994: 61-65) berpendapat bahwa kesempurnaan manusia diawali dari kesempurnaan individu, karena dari individu-individu yang sempurna akan melahirkan masyarakat yang beradab yang pada akhirnya akan berimplikasi pada kesempurnaan moral.
Sementara itu Aristoteles sebagaimana dijelaskan oleh Simon (2004: 70) berpendapat bahwa moral (etika) berfungsi sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan. Lebih lanjut sebagaimana diuraikan Russel (2004: 234) bahwa pencapaian kebahagiaan dapat dilakukan dengan melalui dua keutamaan yaitu keutamaan intelektual (rasio) dan moral. Keutamaan intelektual dihasilkan dari pengajaran, sedangkan keutamaan moral berasal dari kebiasaan. Senada dengan Aristoteles, al-Ghazali sebagaimana dikemukakan Quasem (1988: 36-71) mengemukakan bahwa sesungguhnya fungsi dari moral adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan jiwa.
Pendidikan Nilai Moral perlu ditanamkan sejak usia dini dan harus dikelola secara serius. Dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan program yang berkualitas. Misalnya dengan jumlah jam pelajaran yang memadai, program yang jelas, teknik dan pendekatan proses pembelajaran yang handal serta fasilitas yang memadai. Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya generasi penerus akan memiliki moral yang baik, akhlaq mulia, budi pekerti yang luhur, empati, dan tanggungjawab. Sehingga yang kita saksikan bukan lagi kekerasan dan tawuran, melainkan saling membantu, menolong sesama, saling menyayangi, rasa empati, jujur dan tidak korup, serta tanggungjawab. Jangankan memukul atau membunuh, sedangkan mengejek, mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina teman pun tidak boleh karena dinilai sebagai melanggar nilai-nilai moral. Uraian tersebut menggambarkan betapa pentingnya pendidikan nilai moral bagi generasi penerus bangsa yang tercinta ini. Permasalahannya adalah kapan hal ini bisa kita lakukan? Sekarang? Besok? Atau besok lagi? Kadangkala yang terjadi di masyarakat kita malah sebaliknya. Sejak dini anak sudah kita ajari dan kita didik tidak jujur dan tidak percaya diri. Sadar atau tidak kita sebenarnya telah melakukan kesalahan yang sangat merugikan anak. Misalnya ketika anak kita terbentur meja, kita katakana meja nakal, meja yang salah, sambil kita memukuli meja. Ini berarti anak telah kita ajari tidak jujur pada dirinya, dan selalu menyalahkan orang lain di luar dirinya, sehingga tertanam pada diri anak bahwa semua yang di luar dirinya adalah salah. Kalau ini terus berkembang, satu saat nanti ketika dia menjadi mahasiswa atau pejabat, dia akan menjadi manusia yang selalu menyalahkan orang lain, dan tidak pernah merasa dirinya yang bersalah dan harus meminta maaf. Bahkan yang terjadi adalah mencaci maki orang lain, menyalahkan orang lain walaupun kenyataannya orang lain lebih pintar dari dirinya. Pejabat pun mereka caci maki, bahkan presiden sekali pun mereka caci maki.

E. Dekadensi Moral: Penyebab dan Solusi
Dekadensi moral adalah penurunan atau kemerosotan moral. Jika diartikan secara bebas dan lebih luas lagi, dekadensi moral adalah kemerosotan atau menurunnya moral pada seseorang yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu. Seperti kita ketahui bahwa dewasa ini dekadensi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia sungguh sangat terasa. Sebagai buktinya, lihatlah di sekeliling kita, bahwa kasus-kasus kejahatan semakin hari semakin meningkat. Mulai dari pencurian, penjarahan, perampokan, perzinahan, penipuan, pemerkosaan, pelecehan seksual, perjudian, dan masih banyak lagi, termasuk pembunuhan. Yang jelas fakta membuktikan bahwa semakin hari, akibat menurunnya kualitas moral masyarakat ini semakin banyak saja yang menjadi korbannya.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 4).
Kalau sudah seperti ini, siapakah yang kasihan? Ya jelas, yang kasihan adalah orang yang menjadi korban, termasuk saya ataupun Anda. Saya yakin Anda pasti pernah menjadi korban dari kasus kejahatan akibat dekadensi moral ini bukan?
Lalu seperti apakah penyebab dari meningkatnya dekadensi moral itu, Inilah penyebab dekadensi moral:
1. Pengaruh budaya asing yang tidak baik
Maksudnya di sini bukannya semua budaya asing itu tidak baik, melainkan khusus budaya asing yang jelek-jeleknya saja. Sebagai mana Anda lihat, bahwa budaya asing yang tidak baik dapat merusak moral masyarakat. Seperti contoh konsumsi narkoba, miras, pembuatan tato, seks bebas, dan lain-lain.
Kita tentunya sangat prihatin ketika budaya asing yang buruk, juga dapat menurunkan moral generasi muda bangsa ini. Sebagai contoh, seorang anak sudah tidak memiliki tatakrama lagi dalam memanggil orang yang lebih tua. Padahal Indonesia kan punya budaya yang baik untuk memanggil orang yang lebih tua, dengan sebutan bapak, ibu, kakak, bibi, tante, om, paman, kakek, nenek, dan "Anda". Tidak seperti budaya barat yang memanggil semua orang dengan sebutan "you, lho, baby" alias kamu.
Budaya asing juga telah mempengaruhi gaya hidup seseorang, baik itu gaya berpakaian, gaya bergaul, atau pun gaya dalam berbicara. Budaya Barat telah sukses disuntikkan ke dalam urat nadi Bangsa Indonesia, ketika telah banyak masyarakat yang berpakaian ala Barat yang melanggar syariat, ketika banyak yang bergaul secara bebas tanpa batas, ketika banyak yang berkata-kata tanpa perlu berfikir, apakah yang keluar dari mulutnya baik atau buruk.
2. Akibat pergaulan bebas
Sungguh sangat disayangkan, ketika banyak sekali orang-orang yang bergaul secara bebas, namun tidak mau memilah dan memilih pergaulan yang benar, dan teman pergaulan yang baik. Akibatnya banyak dari mereka yang ikut terjerumus di dalam kesesatan karena tidak mau memagari dirinya sendiri. Berteman dengan pemabuk, pasti akan ikut-ikutan menjadi peminum. Bergaul dengan pecandu narkoba, pastinya juga akan menjadi pecandu.
Yang jelas akibat pergaulan bebas, akan berdampak buruk bagi moral seseorang. Akibat pergaulan bebas, seseorang menjadi acuh tak acuh, semau-maunya sendiri, tanpa peduli kepada siapapun atas apa yang akan mereka lakukan.
3. Akibat media yang merusak
Media merupakan sarana nomor wahid sebagai tempat menyebarluaskan berita, ilmu, dan pengetahuan baru. Namun, sungguh sayang sekali jika media jugalah yang menjadi sarana nomor satu untuk menyebarkan budaya-budaya rusak, termasuk budaya asing yang buruk.
Di televisi, majalah dan internet, pornografi tersebar luaskan. Model busana-busana yang seolah hakikatnya telanjang pun, telah banyak ditayangkan di media-media tersebut. Akibatnya, yang seperti itu akan di tiru oleh muda-mudi bangsa kita, bahkan termasuk orang yang sudah tua sekali pun. Adegan-adegan mesum, diskotik, perkelahian, tawuran, dll, juga turut andil memberikan contoh tidak baik kepada masyarakat Indonesia, yang tentunya disebarkan melalui media. Belum lagi gosip-gosip selebriti yang sibuk cerai sana-sini, tentunya menambah ilmu rusak bagi masyarakat, untuk mencontohnya. Sehingga, penurunan moral akibat media yang merusak ini pun tidak bisa terelakkan lagi.
4. Akibat perkembangan teknologi
Harus kita akui bahwa perkembangan teknologi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Namun sayang, perkembangan teknologi juga turut membawa dampak buruk bagi manusia, Salah satunya adalah dekadensi moral. Dulu, sebelum teknologi jauh berkembang seperti sekarang ini, anak-anak muda setelah magrib sibuk mengaji. Tapi kini, habis magrib sibuk menonton TV. Dulu sibuk menghafal Qur'an, sekarang sibuk dengan gadget barunya. Dulu sibuk membantu orang tua, sekarang sibuk internetan.
Sekarang, banyak manusia yang menghambakan diri pada teknologi, dan terlena untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akibatnya, ilmu yang baik-baik pun mulai luntur dari kehidupan manusia, dan berganti dengan ilmu yang buruk-buruk yang didapatkan dari berbagai teknologi yang dapat melenakan tersebut.
5. Kurangnya pengetahuan agama
Agamalah yang mendidik manusia untuk selalu berbuat baik, apakah itu kepada Allah, sesama manusia, ataupun kepada binatang. Ilmu agamalah yang membuat akhlak manusia mengalami kemajuan, selalu menjaga diri dari perbuatan buruk, dan mengamalkan kebaikan kepada semuanya. Maka dari itu, kurangnya pengetahuan agama pada manusia, pastilah berakibat pada menurunnya kualitas manusia tersebut. Terlebih jika di tambah dengan pengaruh budaya asing yang tidak baik, akibat pergaulan bebas, akibat media yang merusak serta perkembangan teknologi masa kini, yang tentunya semakin ampuh menjerumuskan manusia kepada perbuatan yang lebih parah lagi.
Jika penurunan moral masyarakat tidak segera teratasi, dikhawatirkan akan mengakibatkan sesuatu yang lebih buruk dari itu, yaitu kondisi di mana moral-moral akan mengalami kerusakan. Kami ingatkan bahwa ini bukan sekedar penurunan lagi, tapi lebih kepada kerusakan. Jika hal ini telah sampai, dapat dibayangkan kengerian yang akan terjadi, bahwa orang yang mencuri akan menjadi pencuri. Orang yang menipu akan menjadi penipu. Orang yang membunuh akan menjadi pembunuh. Dan masih banyak lagi akibat yang akan ditimbulkan dari rusaknya moral masyarakat ini.
Dalam kondisi seperti ini, dapat dipastikan tidak ada rasa aman lagi bagi kami, atau pun Anda. Tidak ada rasa aman bagi kita semuanya, tanpa terkecuali. Tidak ada rasa aman bagi orang yang berjalan sendirian di malam hari. Tidak ada rasa aman menyimpan uang di dalam saku saat bepergian. Tidak ada rasa aman lagi menaruh kendaraan di luar rumah. Bahkan, tidak ada rasa aman lagi bagi siapa pun untuk menyimpan harta mereka, meski pun itu di rumah-rumah mereka sendiri.
Seolah-olah, tidak ada tempat aman lagi di dunia ini bagi orang yang hidup. Dimanapun dan kapanpun, selalu dihantui dengan perasaan cemas serta waswas, karena takut dengan apa yang akan menimpa dirinya. Sungguh buruk yang akan terjadi, akibat dekadensi moral itu. Untuk itu, harus segera di atasi dengan secepat mungkin, agar kerusakan Bangsa ini tidak segera terjadi.
Kemudian masih banyak lagi isu dekadensi moral yang terjadi di negeri ini, apapun jenis dekadensi moralnya tentunya sangat berdampak negative bagi seluruh masyarakat dan dikutuk oleh agama.
Seperti yang telah kami angkat dalam makalah ini, bahwa cara mengatasi dekadensi moral yang kami bahas, kami mempunyai dua solusi, yang kami yakin akan menjadi dorongan bagi Anda semuanya untuk menemukan solusi-solusi baru.
1. Berdakwah
Untuk berdakwah di masa kini, target kita adalah anak-anak, remaja dan orang tua, baik laki-laki mau pun perempuan. Dalam artian, bahwa dakwah kita adalah dakwah bagi semua kalangan tanpa terkecuali. Untuk itu, kita harus mengetahui apa yang anak-anak sukai, apa yang remaja sukai, dan apa yang orang tua sukai.
Misalnya anak-anak suka dengan film kartun, maka kita bisa memanfaatkan peluang ini untuk membuat kartun yang menyelipkan dakwah di dalam cerita kartun tersebut. Anak-anak suka dongeng, kita bisa membuat dongeng fiksi atau non fiksi, yang menceritakan tentang keutamaan-keutamaan beribadah dan lain-lain. Remaja suka sinetron, kita bisa membuat sinetron yang bernafaskan religi. Remaja suka membaca novel, kita bisa membuat novel-novel religi yang mendidik. Remaja suka musik, kita bisa memanfaatkan ini, dengan membuat musik-musik religi yang disesuaikan dengan aliran musik yang disukai remaja. Orang tua suka humor, kita bisa mengakali dakwah kita dengan menyelipkan sedikit humor, agar dakwah kita tidak kaku, dan tentunya disukai banyak kalangan. Tentunya dengan humor yang porsinya pas, tidak terlalu berlebihan. Wanita suka tren busana, kita bisa membuat busana-busana Muslim baru, jilbab-jilbab baru, yang sesuai dengan kesukaan wanita.  Baik model maupun warna, bisa kita sesuaikan dengan perkembangan fashion masa kini. Dengan demikian, akan semakin banyak wanita yang membiasakan diri untuk berhijab, meskipun belum setiap hari. Karena media sosial kini menjadi tren di berbagai kalangan, kita juga bisa memanfaatkan media-media sosial seperti facebook dan twitter untuk berdakwah.
Dengan cara-cara yang demikian, diharapkan dapat menjadi jalan untuk mendekati berbagai kalangan, meskipun prosesnya sedikit-demi sedikit. Namun kami yakin, jika kita lakukan bersama dan saling mengingatkan, Insya Allah hasilnya akan lebih baik lagi.
Sekarang, kewajiban berdakwah ini bukan lagi di pundak Nabi atau pun para Wali. Bukan hanya bagi ulama' atau pun penguasa. Akan tetapi, kewajiban ini telah menjadi tanggung jawab saya, Anda, dan kita semuanya. Kita memang tidak sebaik Nabi dan para Wali dalam berdakwah, akan tetapi saya yakin, ketika kita bersatu, kita adalah wali ke sepuluh.
“Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim]
Semua dari kita bisa bekerja sama. Penguasa melarang segala bentuk maksiat yang menyebar di Negeri tercinta ini, seperti miras, narkoba, perjudian, tempat prostituli dll. Ulama' mengingatkan dan menyadarkan manusia akan agama, dan hakikat hidup yang sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah.
Polisi benar-benar menangkap tindak kriminal, dan hakim memutuskan hukuman yang adil terhadap pelaku kejahatan. Para blogger dan para penulis, berhenti dari membuat tulisan dan konten yang merugikan, dan beralih membuat tulisan yang menginspirasi, bermanfaat dan bernafaskan Islam. Para perancang busana berhenti membuat baju-baju yang melanggar syariat, dan beralih membuat busana-busana Muslim yang cantik.
Para musisi membuat lagu-lagu religi yang menyentuh dan menyadarkan umat. Para pemilik stasiun TV membuat tayangan-tayangan bermanfaat dan memperbanyak persentasi dakwah di tayangan TV tersebut. Para produser membuat film-film yang mendidik dan bernilai dakwah.
Orang tua mendidik anaknya dengan didikan yang baik, serta membentengi anak-anaknya dari pergaulan bebas. Masyarakat biasa bisa saling mengingatkan, dan menjalankan kewajiban untuk mematuhi aturan tuhan dan aturan pemerintah yang berlaku, selagi itu untuk kebaikan.
Jika semuanya sudah seperti ini, insya Allah kita akan meraih kesuksesan seperti yang di raih oleh Nabi Muhammad dan Wali Songo dalam berdakwah. Kemudian, bukan mustahil Indonesia Raya sebagai Mercusuar Dunia Akan segera terlahir, dan siap menjadi teladan bagi negara-negara lainnya.
2. Pendidikan Kepribadian
1. Spiritualitas: mengajak untuk bersikap berserah diri (berIslam) kepada Allah swt., dengan segala konsekuensinya, menyadari dan bersikap bahwa Allah Swt., sebagai sumber kehidupan dan kembalinya kehidupan, sumber kekuatan yang melindungi, sumber kejayaan yang sesungguhnya dalam bentuk mujahadah, ijtihad dan taqarrub. Hal ini akan dapat menghilangkan rasa takut dari ancaman siapa sajadan menghilangkan keraguan yang biasa muncul pada masa remaja.
a. Fisik: membentuk kesadaran remaja dan perilaku dalam solusi praktis untuk menyelesaikan persoalannya bahwa orientasi perbuatan yang membanggakan bukan padarupa dan fisik materiil tetapi lebih berorientasi pada hati dan perbuatanmu. Memberi kesadaran solusi menahan gejolak remaja dengan berpuasa.
b. Psikis: memberi kesadaran mengendalikan diri sebagai kekuatan dan kunci sukses remaja.
2. Pendidikan keluarga, remaja sangat membutuhkan untuk dikenalkan dengan kondisi keluarga yang menjaga diri dari api neraka, ataupun merasakan kenyamananya, kebahagiaanya dan ketenteramannya.
3. Pendidikan dalam lingkungan sekolah. Remaja sangat membutuhkan sekolah yang menjunjung tinggi keunggulan budi pekerti dalam praktik keseharian, akhlakul karimah yang tidak hanya berkompetisi dalam hal materiil namun menghargai kepribadian yang luhur.
4. Pendidikan dalam sosial masyarakat. Remaja perlu selalu dibimbing untuk mampu merasakan bedanya masyarakat yang baik yang diridhai oleh Allah dengan pola masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kebaikan. Sehingga remaja akan dapat memilih dan merasa nyaman hidup dengan masyarakat yang secara moralitas baik dan akan merasa tidak nyaman hidup di tengah masyarakat yang moralitasnya rusak.
F. Studi Kasus: Kerusakan Moral Generasi Bangsa
1. Kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP)
8 Februari 2010, tiga Mahasiswa junior sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Jakarta menjadi bulan-bulanan pemukulan seniornya. Dua diantaranya mengalami luka di wajah dan bibir hingga berdarah. Dalam sebuah video di perlihatkan sejumlah taruna junior di bariskan di sebuah lorong. Mereka kemudian ditempeleng dan dipukul. Tampak seorang senior memegang kepala juniorn sementara senior lainnya menampar wajah sang junior. Tak lama bibir junior berdarah dan menetes ditelapak tangannya.
Menurut pendapat penulis, kasus di atas merupakan salah satu bentuk kerusakan moral remaja Indonesia, karena remaja Indonesia yang seluruhnya mendapatkan ajaran dan didikan yang baik di kampusnya namun malah mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari seniornya. Tindak kekerasan yang dilakukan seperti kasus diatas dapat mencetak moral dan tingkah laku generasi penerus bangsa menjadi pribadi yang keras, semena-mena, pendendam, dan tidak manusiawi.  Kepribadian tersebut bisa terjadi karena:
a. Kepribadian keras
         Seseorang yang di didik keras serta berada di lingkungan yang keras cenderung menjadi seorang yang berkpribadian keras. Dan seorang yang berkepribadian keras itu dapat membahayakan lingkungan sebab dia akan berpikir bahwa semua keinginanya harus terpenuhi dengan cara apapun tanpa mempedulikan orang lain di sekitarnya.
b. Semena-mena
          Dengan perbuatan penyiksaan tanpa belas kasihan seperti kasus diatas dapat mencetak kepribadian seseorang menjadi semena-mena. Dan kepribadian yang semena-mena tersebut dapat menyengsarakan orang lain sebab dia tidak akan mempunyai rasa iba terhadap apa yang dilakukan terhadap orang lain.
c. Pendendam
          Karena rasa marah dan jengkel dihati sang junior terhadap perlakuan senior tidak dapat tersalurkan, maka timbul rasa dendam dihati sang junior. Lalu dia akan berusaha untuk menyalurkan kemarahannya itu kepada juniornya di kemudian hari. Begitulah seterusnya kedendamana akan terrus berlamjut, padahal sifat dendam merupakan salah satu sifat yang dapat memancing tidakan kriminal, namun kenapa sifat semacam ini malah dipupuk di perguruan tinggi ini?
d. Tidak Manusiawi
          Tindakan pemukulan dan penyiksaan seperti kasus diatas merupakan salah satu tindakan yang tidak manusiawi. Karena sang senior terus menyiksa dan memukuli junior tanpa mempedulikan perasaan dan rasa sakit sang junior. Serta seolah menganggap sang njunior sebagai binatang bulan-bulanan mereka. Tindakan semacam ini sangat bertolak belakang dengan azas dan kepribadian bangsa Indonesia. Lalu bagaimanakah nasib bangsa Indonesia ke depan apabila sikap seperti ini menjadi kepribadian generasi penerus Bangsa?
Didalam sebuah perguruan tinggi atau yang sederajat mahasiswa seharusnya di didik menjadi sesosok pemimpin yang luhur, baik, cerdas, pandai, dan bermoral bukan di didik menjadi seorang yang suka berbuat kekerasan. Karena tujuan kita melanjutkan ke perguruan tinggi atau yang sederajat adalah untuk mencari ilmu dan mengasah keterampilan kita yang kelak akan kita gunakan untuk bekal hidup dimasa depan. Jadi intinya penulis sangat tidak setuju terhadap prilaku kekerasan yang dilakukan senior terhadap junior di suatu perguruan tinggi atau sederajat seperti kasus diatas dengan alasan apapun. Karena perbuatan tersebut tidaak mendidik generasi penerus bangsa menjadi lebih baik, namun sebaliknya malah merusak moral dan tingakah laku kita.
         Menurut pendapat penulis agar kasus kekerasan semacam ini tidak terulang kembali maka pihak perguruan tinggi harus melarang dan menghapus program semacam ini dikampusnya. Serta lebih mengawasi secara ketat kegiatan yang dilakuakan oleh para mahasiswanya. Kemudian dari pihak pemerintah harus membuat dan menegakkan sanksi hukum yang tegas terhadap prilaku kekerasan di perguruan tinggi. Agar para mahasiswa takut dan tidak melakukan perbuatan semacam ini lagi.
2. Kasus Hamil di Luar Nikah Dalam Sebulan di Bali
12 September 2009, kehamilan tak diinginkan atau KTD di pulau Dewata mencapai 500 kasus selama September 2008 hinga September 2009, atau rata-rata 41 kasus dalam satu bulan. Demikian diungkapkan Kita Sayang Remaja (KISARA) Bali. Kasus akibat prilaku seks bebas pada kalangan remaja ini paling banyak terdapat di kabupaten Badung dan Denpasar. Dari data konseling terhadap remaja yang mengalami KTD, beberapa orang diantaranya melanjutkan ke jenjang pernikahan dan melanjutkan kehamilannya. Namun, terdapat juga remaja yang mengaku telah mencoba aborsi dengan cara mengkonsumsi pill tertentu ataupun ramuan-ramuan.
Menurut pendapat penuilis, kasus hamil di luar nikah seperti di atas merupakan bentuk nyata kerusakan moral dan tingkah laku para remaja. Sebab pada intinya perbuatan tersebut dapat terjadi kerena seorang remaja tidak dapat mengendalikan nafsu birahinya.  Hubungan seks di luar nikah seperti ini tidak sepatutnya di lakukan oleh seorang manusia. Sebab manusia telah di beri akal dan pikiran. Lalu apa bedanya manusia dengan hewan kalau cara pemenuhan hasratnya seperti ini? Kita sebagai pemuda Indonesia yang berlandaskan pancasila tentunya mempunyai keyakinan agama yang kita anut. Kemudian di dalam agama pasti telah di ajarkan cara-cara yang di lakukan sebelum melakukan hubungan seks agar halal dan bermanfaat yaitu menikah. Namun, kenapa cara yang diajarkan tersebut tidak kita lakukan dengan baik? Malah kita memilih jalan lain yaitu jalan yang sesat.
Padahal dampak negatif dari penyalah gunaan sexsual amatlah banyak dan sangat membahayakan baik di dunia terlebih di akhirat kelak. Salah satunya adalah penularan penyakit HIV/AIDS. Tindakan pembunuhan (Aborsi), di kucilkan/di hina orang lain, di keluarkan dari sekolah (jika masih ada di bangku sekolah menengah/di bawahnya ), bunuh diri karena rasa malu, dan jika ia orang Islam amal ibadahnya tidak akan di terima oleh Allah selama 70 tahun serta akan mendapat siksaan di akhirat kelak.
Karena banyak nya dampak negatif dari penyalah gunaan seksual seperti di atas seharusnya kita sebagai remaja yang bermoral tidak sepantasnya melakukan perbuatan yang sangat hina ini. Sebab bagaimana nasib bangsa negara Indonesia kelak apabila remaja sebagai calon pemimpin Negara mempunyai sifat yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu seperti ini namun malah mengumbarnya. Pasti negara kita ini akan manjadi negara yang rusak dan hancur sebab para pemimpin akan menyalah gunakan kekuasaan demi memenuhi nafsu birahinya. Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus belajar dan berusaha menahan hawa nafsu khususnya dalam bidang penyalah gunaan seksual agar kita terbiasa berperilaku sabar dan mempunyai moral yang beradab.
          Menurut pandapat penulis agar kasus penyalahgunaan seksual seperti ini tidak terulang kembali atau dapat di kuarangi, seharusnya kita sebagai seorang remaja seharusnya menambah ilmu agama dan keimanan kita, karena dengan agama seorang akan mempunyai pegangan hidup dan dia akan terhindar dari perilaku yang menyimpang seperti ini. Selain itu, pengawasan orang tua terhadap anaknya juga tidak kalah penting. Karena pada umumnya kasus penyalah gunaan seksual ini bermula dari pergaulan yang tidak sehat (pergaulan bebas). Maka dari itu perhatian orang tua terhadap pergaulan anaknya sangat di perlukan dalam kasus ini. Kemudian dari pihak pemerintah harus bisa memberantas usaha-usaha ilegal aborsi. Sebab kegiatan ini merupakan salah satu pendorong terjadinya kasus penyalah gunaan seksual.
3. Pakaian Remaja Masa Kini
Remaja mempunyai banyak cara untuk mencari perhatian. Beberapa di antaranya adalah tampil dengan nyeleneh, tampil beda dari yang lain. Mulailah mereka terlihat aneh dengan penampilaan yang kadang mengundang kontroversi. Oarng tua dan guru pun jadi lemas karena apa yang di tampilkan itu di nilai melenceng dari adat ketimuran. Busana jadi serba mini bagi remaja wanita sangat di sukai. Sedangkan yang pria tampil lebih percaya diri dengan aksesoris di tubuhnya. Remaja memang suka tampil aneh-aneh, hal ini sering dilontarkan ketika mengamati penampilan mereka di beberapa tempat umum yang tak lazim dapat mencermati dari cara-cara busana dan ferformance fisik mereka. Tampilan busana remaja sangat bergantung dari mode yang sedang tenar. Trend ini tentu saja di bawa oleh para remaja yang bisa saja memberi inspirasi mereka dari segi penampilan. Termasuk ketika beberapa dari remaja tampil dengan busana yang mini, Tatto permanent di tubuhnya atau tindik yang tak hanya di telinga sebagaimana wajarnya.
Dari kasus di atas penulis berpendapat bahwa gaya hidup remaja khususnya remaja puteri yang senang mengenaikan pakaian dengan kelihatan auratnya, merupakanm salah satu perilaku yang kurang baik dan tidak sopan. Sebab tindakan tersebut dapat menarik perhatian dan gairah lawan jenisnya sehingga perilaku tersebut merupakan salah satu penyebab tindak kejahatan yaitu pemerkosaan. Sebagai remaja yang beradap, tentunya kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan kesantunan dalam berpakaian. Jangan malah kita merusak kepribadian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermoral menjadi bangsa yang tidak mempunyai sopan santun karena mengikuti trand dari bangsa barat. Jangn mudah terpengaruh oleh hal–hal yang baru. Namun kita harus pintar-pintar memilah dan memilih kebudayaan yang masuk pada diri kita supaya kita tidak terjerumus pada kebudayaan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
          Sebenarnya tanpa diumbar pun keseksian/kecantikan seorang wanita itu sudah dapat di rasakan dan dilihat oleh lawan jenisnya, yaitu melalui sikap dan perilakunya. Namun kenapa kita sebagai remaja yang bermoral malah memperlihatkan sesuatu yang seharusnya di sembunyikan dan tidak sepantasnya di perlihatkan di depan umum? Kasus semacam ini merupakan kasus yang sudah di anggap biasa oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia. Sebab sudah banyak remaja yang mengenakan pakaian seksi dan ketat tanpa rasa malu. Mereka dengan PD-nya berjalan ditempat umum bahkan menyanyi diatas panggung. Prilaku semacam ini merupakan bukti nyata rusaknya moral dan prilaku remaja Indonesia dalam hal berbusana. Maereka tidak sadar bahwa sebenarnya moral bangsa kita ini telah dijajah oleh bangsa barat karena kita telah mengikuti prilaku mereka yang salah. Maka dari itu kita harus sadar dan merubah prilaku kita menjadi pribadi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
          Menurut penulis cara yang paling efektif dalam menyelesaikan masalah ini adalah kesadaran diri remaja Indonesia itu sendiri. Sebab Negara kita ini sangat memjunjung tinggi hak asasi manusia sehingga prilaku semacam ini tidak dapat ditindak lanjuti oleh orang lain. Selain itu ajaran agama juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya prilaku seperti ini. Karena dalam agama tertuang ajaran-ajaran mengenai cara berbusana yang baik dan bernar. Serta akibat-akibat buruk yang bisa terjadi pada wanita yang berbusana seperti telanjang, baik akibat buruk didunia maupun diakhirat kelak.


BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Moral merupakan suatu tata kehidupan yang baik untuk mengatur segala kehidupan sesuai ketentuan yang berlaku baik itu hukum kebiasaan ataupun hukum agama. Moral tercipta demi tujuan yang baik yaitu melindungi manusia dari ambang batas kerusakan, dengan moral dan perilaku yang baik diharapkan manusia akan selalu terjaga dalam hidupnya dan bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Moral dalam Islam disebut sebagai akhlak yaitu suatu perbuatan yang baik atau perilaku yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Faktor pembentuk moral ada dua yaitu factor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti komponen hereditas (keturunan), dan konstitusi. Sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan geografis. Faktor tersebut saling memengaruhi satu sama lain karena tidak ada factor yang pasti sebagai pembentuk moral tersebut.
Moral sangat berperan sekali dalam kehidupan, dengan moral manusia akan sangat terlihat keimmanan dan tingkah laku yang baiknya. Dengan moral dan akhlak manusia bisa terjaga dari segala gangguan kehidupan dan tantangan hidup yang membahayakan. Dengan moral tingkah laku manusia juga dibatasi oleh hukum yang berlaku dan dianut oleh masyarakat. Moral (akhlak) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai sarana untuk mencapai derajat al-Insān Kamīl (manusia sempurna). Dengan moral dan akhlak akan terciptanya generasi bangsa yang suci dan penuh dengan akhlakul karimah. Bangsa pun akan jauh dari segala bentuk kerusakan dan kemerosotan.
Namun sayang beribu sayang, kondisi moral remaja dan pemuda bangsa saat ini sudah mengalami kerusakan. Banyak sekali kita melihat pemandangan remaja yang terkikis akhlak dan moralnya sehingga melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum, seperti tawuran, perzinaan, narkoba, pergaulan bebas dan lain-lain. Banyak factor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, factor tersebut ada yang datang dari dalam dan dari luar negeri. Inilh potret remaja dan pemuda saat ini, terlepas dari berbagai masalah tersebut tentunya harapan akan solusi untuk menghilangkannya secara perlahan-lahan terus berdatangan. Perlu usaha keras untuk melindungi aset-aset bangsa tersebut dan perlu dukungan dari berbagai pihak yang terlibat. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan cara berdakwah dan pendidikan yang berkarakter.
B. Saran
Berbagai hal yang berhubungan dengan dekadensi moral dan akhlak ini, tentunya tidak selamanya berdampak negative, juga terdapat dampak positif yang bisa menjadi pelajaran dan pengalaman yang sangat bermanfaat untuk kedepannya. Berbagai problem tersebut harusnya menjadi cambuk bagi perubahan mental bangsa yang baik. Seruan dan visi adanya Revolusi Mental dari pemimpin negeri ini tentunya terus ditunggu oleh masyarakat yang megharapkan perubahan secara mental. Karena harapan akan adanya pemimpin yang bisa merubah watak bangsa menjadi lebih baik menjadi harapan semua masyarakat.
Namun hal yang terpenting lagi adalah perlunya kesadaran dan peranan individu kita masing-masing. Moral bukan hanya dijadikan sebagai simbol tetapi harus tetap di aplikasikan dalam kehidupan sehati-hari sehingga mampu membantu mewujudkan masyarakat yang harmonis. Apalagi harapan itu terus ada dan mengalir di para generasi bangsa yang sungguh-sungguh menuntut ilmu demi terwujudnya bangsa yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Asmaran As, 1992. Pengantar Studi Akhlak, cet.1, Jakarta: Rajawali Press.
Baron, dkk. Dalam Asri Budiningsih, Moral Masyarakat, Jakarta: Rajawali Press.
Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010. Balai Pustaka, Jakarta.
Gunarsa, Singgih. 1999. Psikologi Perkembangan, Cet. Ke-12, Jakarta: PT: BPK Gunung Mulia.
Ghozali, Al. terjemah: Moh. Rifai, 1968. Akhlak seorang Muslim, Cet. Ke-1, Semarang: Wicaksana.
Miskawaih, Ibn. 1994. Penejemah: Helmi Hidayat, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Cet. Ke-2, Bandung: Mizan.
Muslim Nurdin, et.al. 1993. Moral Islam dan Kognisi Islam, Cet. Ke-1, Bandung:  CV. Alabeta.
Kartono, Kartini. 2013. Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Miskawaih, Ibnu. Khuluqun dalam Amirullah (Mesir: 1994).
  Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Rajawali Pers; Jakarta, 2012
  (Sumber: http://bikin.web.id/tag/pakian-masa-kini/)
  (Sumber: http://rastadiary.wordpress.com//2009/04/12/hamil-diluar-nikah-di- bali/)
  (Sumber: http://www.yuotube.com/watch?v=YFllckD7aJ4)

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kebudayaan Menurut Perspektif Simbolik-Interpretatif
Disusun Oleh:
Paelani Setia (1168030160)
State Islamic University 2017


KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Agung, Shalawat serta Salam tercurah limpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad Saw, juga kepada keluarganya, para shahabatnya, pengikut dan orang-orang yang berada di jalannya hingga akhir zaman.
Alhamdulillaah dengan segala syukur kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan Dalam Perspektif Antropologi Simbolik-Interpretatif”. Makalah ini adalah hasil dari kesabaran dan perjuangan meskipun kami menyadari masih ada kekurangan di dalamnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H. Encup Supriatna, M.Si., selaku dosen mata kuliah Antropologi Sosial yang telah memberikan tugas ini kepada kami dan membantu kami sebagai penulis menyelesaikan makalah  ini. Dan tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah  ini dan bekerja sama menyusun makalah  ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok, menambah wawasan bagi para pembaca, memberikan gambaran tentang kebudayaan secara simbolik-interpretatif dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia melalui penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Barat secara ringkas dan mudah dipahami. Kemudian, kami berharap para pembaca bisa mengambil pelajaran dan dan menambah wawasan para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam makalah-makalah lainnya di masa yang akan datang. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.
Penulis,







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Metode Penulisan 2
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
A. Biografi Clifford Geertz 4
B. Konsep Greetz dalam Penelitiannya di Jawa 6
C. Pengertian Kebudayaan Menurut Perspektif Antropologi Simbolik-Interpretatif 8
D. Antropologi dalam Sudut Pandang Pelaku dan Kritik Terhadap Konsep Greetz 11
E. Contoh Kebudayaan Adat dalam Perspektif Simbolik-Interpretatif di Suku Sunda dalam Upacara Adat Perkawinan 13
BAB III 16
PENUTUP 17
A. Simpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dimata Tuhan Yang Maha Esa, manusia diberikan akal yang lebih canggih daripada komputer sekalipun. Manusia dengan akal dan pikirannya mampu menciptakan segala sesuatu yang dia inginkan. Melalui evolusi yang sangat panjang, manusia mengalami berbagai perubahan dalam berbagai kehidupannya. Hal tersebut menjadikan manusia mengalami perubahan seiring dengan peradaban yang terjadi, perubahan tersebut ditandai dengan berbagai hal yang diciptakan olehnya sendiri. Hal yang dimaksud berupa berbagai ide, aktivitas, sampai dengan artefak yang ditinggalkan pada berbagai materi tertentu.
Manusia primitif mampu menciptakan kebudayaan yang primitif, begitupun manusia modern mampu menciptakan kebudayaan yang modern, sehingga kebudayaan selalu ada sesuai dengan tingkat peradaban manusianya. Seiring dengan berjalannya waktu, kebudayaan yang diciptakan oleh manusia sangat kompleks, dan majemuk. Kebudayaan pun yang awalnya hanya berdasar pada cipta, karsa, dan rasa berkembang menjadi suatu pengetahuan manusia yang dijadikan pedoman oleh dirinya dalam melakukan aktivitas tertentu.
Dalam suatu ilmu pengetahuan yang objeknya adalah manusia, tentunya tidak akan terlepas dari yang namanya interaksi. Manusia berinteraksi satu sama lain demi mendapatkan tujuannya masing-masing. Dalam berinteraksi, manusia tidak bisa dilepaskan dari yang namanya simbol-simbol. Simbol yang dimaksud adalah alat yang digunakan dalam berinteraksi dan berkomunikasi yang sudah ditetapkan oleh suatu kelompok tertentu. Begitupun kebudayaan, kebudayaan manusia tidak bisa dilepaskan dari simbol-simbol tertentu sebagai suatu syarat dalam mewujudkan cita-cita, dan tujuan dari kebudayaan tersebut.
Persoalan teoritis menjadi penghalang bagi adanya interpretasi kebudayaan dalam antropologi. Kebudayaan yang bercorak pada sistem pengetahuan dan makna yang menjadi definisi utama kebudayaan kompleks. Hal tersebut berdampak pada bagaimana cara untuk menerjemahkan sistem pengetahuan dan makna dari kebudayaan tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami terinspirasi untuk membahas dan memecahkan solusi bagaimana kaitannya antara sistem pengetahuan dan makna dari kebudayaan manusia yang berkembang dimasyarakat. Makalah ini akan kami berikan judul Kebudayaan dalam Perspektif Antropologi Simbolik-Interpretatif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami simpulkan, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Bagaimanakah biografi Clifford Greetz (Atropolog Amerika), hasil karyanya “The Religion of Java” dan konsepnya (Bujangan, Santri, Priyayi)?
2. Bagaimana pandangan kebudayaan dalam antropologi Simbolik-Interpretatif secara umum?
3. Bagaimana unsur utama dan elemen utama Antropologi Interaksi-Simbolik?
4. Bagaimanakah antropologi dalam sudut pandang pelaku?
5. Bagaimanakah bentuk contoh Antropologi Simbolik-interpretatif dalam masyarakat?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang kami simpulkan, terdapat beberapa tujuan yang kami harapkan dari makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Mengetahui biografi Clifford Greetz (Antropolog Amerika), hasil karyanya “The Religion Of Java” dan konsepnya (Bujangan, Santri, Priyayi);
2. Mengetahui maksud pengertian Antropologi Simbolik-Interpretatif ;
3. Mengetahui unsur utama dan elemen utama Antropologi Interaksi-Simbolik;
4. Mengetahui antropologi dalam sudut pandang pelaku;
5. Mengetahui bentuk contoh Antropologi Simbolik-Interpretatif dalam masyarakat; dan
D. Metode Penulisan
Data-data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini berasal dari literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Referensi utama yang digunakan adalah buku umum Antropologi dan buku-buku lain yang bisa digunakan sebagai referensi tambahan. Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi yang didapatkan dari berbagai literatur kemudian disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling keterkaitan antara satu sama lain dan sesuai dengan topik yang dibahas.
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik bahasan. Kemudian dilakukan penyusunan penulisan makalah berdasarkan data yang telah dipersiapkan. Penyusunan penulisan makalah dilakukan secara sistematis, logis, dan analitis. Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan penulisan, dan pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok bahasan makalah, dan didukung dengan saran praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.




























BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Clifford Geertz
Clifford Geertz adalah penulis buku legendaris The Religion of Java, yang populer sekaligus penting bagi diskusi tentang agama di Indonesia, khususnya di Jawa. Pandangan Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi—abangan, santri dan priyayi—di dalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik. Dalam diskursus interaksi antara agama, khususnya Islam, dan budaya di Jawa, pandangan Geertz telah mengilhami banyak orang untuk melihat lebih mendalam tentang interrelasi antara keduanya. Keterpengaruhan itu bisa dilihat dari beberapa pandangan yang mencoba menerapkan kerangka berfikir Geertz ataupun mereka yang ingin melakukan kritik terhadap wacana Geertz.
Clifford Geertz dilahirkan di San Francisco, California, Amerika Serikat pada tanggal 23 Agustus 1926. Dia merupakan ahli antropologi budaya yang beberapa kali melakukan penelitian lapangan di Indonesia dan Maroko. Dia menulis esai tentang ilmu-ilmu sosial serta merupakan pelopor pendekatan “interpretif” dalam bidang antropologi.
Karir Geertz diawali dari dunia militer, dimana dia melayani Angkatan Laut Amerika selama Perang Dunia II. Adapun karir akademiknya dimulai ketika dia menerima gelar sarjana dalam bidang filsafat dari, Antioch College Ohio, pada tahun 1950. Dari Antioch ia melanjutkan studi antropolgi di Harvard University. Pada tahun keduanya di Harvard ini, ia bersama isterinya, Hildred, pergi ke Pulau Jawa dan tinggal di sana selama dua tahun untuk mempelajari masyarakat multi agama, multiras yang kompleks di sebuah kota kecil –Mojokuto. Setelah kembali ke Harvard, Geertz pada tahun 1956 memperoleh gelar doktor dari Harvard’s Departement of Social Relations dengan spesialisasi dalam antropologi.
Sebelum bergabung dengan Institute for Advanced Study, sebuah lembaga penelitian yang pernah menjadi rumah bagi para pemikir besar seperti Albert Einstein, Geertz mengajar di Universitas Chicago, sebagai profesor antropologi dan kajian perbandingan negara-negara baru. Ia juga pernah mengajar sebagai profesor tamu di Universitas Oxford, dan sejak 1975 sampai 2000, ia menjadi profesor tamu di Universitas Princeton yang kampusnya hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari Institute for Advanced Study. Tahun 2000, Geertz pensiun dari Institute for Advanced Study, tetapi tidak mengurangi produktifitasnya untuk terus menulis.
Adapun tema yang dibicarakan Geertz dalam berbagai esai dan buku yang telah diterbitkan meliputi seluruh spekturm kehidupan sosial manusia: dari pertanian, ekonomi, dan ekologi hingga ke pola-pola kekeluargaan, sejarah sosial, dan politik dari bangsa-bangsa berkembang; dari seni, estetika, dan teori sastra hingga ke filsafat, sains, tehnologi, dan agama. Namun begitu, perhatian utama Geertz lebih ditekankan pada pemikiran kembali secara serius terhadap hal-hal pokok di dalam praktek antropologi dan ilmu sosial yang lain—pemikiran kembali yang secara langsung berhubungan dengan usaha memahami agama.
Sebagai seorang antropolog, Clifford Geertz menjadi terkenal dan populer di Indonesia setelah melakukan penelitian di Jawa dan Bali, yang menghasilkan beberapa buku penting tentang Indonesia. Dan yang paling pokok, khususnya yang berkaitan dengan kajian Penulis, adalah kajiannya tentang agama Jawa dan politik aliran (abangan, santri dan priyayi).
Geertz adalah salah seorang generasi pertama Indonesianis yang selalu menaruh perhatian besar tentang perkembangan yang terjadi di Indonesia. Ia memang tak pernah memiliki murid dari Indonesia, tak seperti Indonesianis lain misalnya Daniel Lev atau Benedict Anderson yang telah menghasilkan banyak anak didik dari Indonesia. Tetapi, perhatian Geertz yang besar terhadap Indonesia sangat mempengaruhi perkembangan diskursus ilmu sosial di negeri ini.
Sebagaimana dituturkan oleh Ignas Kleden, Geertz telah menghabiskan waktu selama 10 tahun lebih dalam penelitian lapangan (di Jawa, Bali, dan Maroko) dan 30 tahun digunakannya untuk menulis tentang hasil-hasil penelitiannya, dengan tujuan menyampaikan pesona studi kebudayaan kepada orang-orang lain.
Clifford Geertz meninggal dunia di kediamannya di Pennsylvania, setelah menjalani operasi jantung di Rumah Sakit Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat, Pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2006 dalam usia 80 tahun dengan meninggalkan banyak karya penting seperti The Interpretation of Cultures, Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia, Available Light, Local Knowledge, Works and Lives: The Anthropologist as Author, After The Fact: Two Countries, Four Decades, One Anthropologist, The Religion of Java, Peddlers and Princes, The Social History of an Indonesian Town, Kinship in Bali, Negara: The Theater State in 19th Century Bali, danAgricultural Involution.
Geertz adalah seorang pakar Antropologi Amerika yang memperkenalkan perspektif baru di bidang antropologi untuk melengkapi beberapa perspektif sebelumnya, yaitu aliran struktural fungsional yang berkembang di Inggris melalui tokoh-tokohnya, seperti Bronislaw Malinowski dan Redelife Brown. Dan juga aliran evolusionis yang berkembang lebih dahulu sebelum aliran, struktural-fungsional memperoleh pengakuan akademis, dengan tokohnya, seperti Frazer, Tylor, dan Marert.

B. Konsep Greetz dalam Hasil Kesimpulan Penelitiannya di Jawa
1. Abangan
Pengertian abangan, abangan merupakan kaum atau kelompok orang yang berpenduduk asli jawa Muslim, akan tetapi memperaktikan versi lain yang lebih sinkritis di bandingkan dengan santri yang lebih pundamental. Golongan abangan pertamakali di gunakan oleh Clifford Geertz.
Kata abangan berasal dari bahasa Arab aba’an kata tersebut itu di sebut aba’an karenakan lidah orang jawa (barat) sulit untuk menyebutkan hurup ain, kata ain tersebut menjadi ngain yang artinya adalah yang tidak konsekuen atau meninggalkan. Kata tersebut dapat di simpulkan bahwa para ulama dulu memberikan suatu julukan kepada orang yang masuk Islam tetapi tidak menjalankan syariat (bahasa jawa= sarengat) dinamakan kaum aba’an atau abangan. Jadi abangan itu merupakan sebutan untuk golongan penduduk jawa Muslim yang mempraktikan Islam dengan versi yang lebih. Tradisi kaum abagan mengacu pada tradisi rakyat yang pokok animism, salah atu ciri abangan orang kaum abangan adalah sikap mangsa bodoh terhadap ajaran yang lebih menekankan terhadap aspek ritual-ritual upacara adat.
Karakteristik abangan
a. Upacara penyembahan roh halus;
b. Upacara cocok tanam;
c. Upacara tatacara pengobatan;
d. Upacara slametan;
e. Upacara sedekah bumi;
2. Santri
Pengertian santri, santri adalah sekelompok Muslim yang menjalankan syariat Islam dengan sungguh-sungguh, menjalankan perintah agama, dan berusaha mrmbersihkan akidahnya dari perilaku syirik. Untuk menjadi seorang santri itu tidak mudah, kata tersebut biasa di sebut dengan santri tergantung pengertian orang itu sendiri, dan seseorang menganggap dirinya santri tidak dengan sendirinya, tetapi oleh orang lain.di daerah jawa kata santri di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu diantaranya:
a. Santri leres;
b. Santri blikon;
c. Santri mari;
d. Santri blater; dan
e. Santri ulia.
Karakteristik santri:
a. Berasal dari desa;
b. Jiwa mandiri;
c. Belajar untuk dewasa; dan
d. Biasa memenej waktu.
Kebiasaan santri:
a. Menganji (kitab kuning atau tahfidz, dan lain-lain);
b. Menghapal; dan
c. Melakukan segala hal dengan kebersamaan,
3. Priyayi
Pengertian priyayi kata priyayi berasal dari kata para dan yayi yang berarti para adik, yang di sebut para disini yaitu adik raja, peiyayi berarti sebuah kelas sosial di masyarakat yang berasal dari bangsawan atau keturunan para raja. Kaum priyayi memiliki gelar kehormatan dan merupakan kaum elit dalam masyarakat tradisional tradisi kaum priyayi cenderung kearah mistik, aesitisme dan kesadaran akan pangkat.
C. Pengertian Kebudayaan Menurut Perspektif Antropologi Simbolik-Interpretatif
            Di Amerika, aliran struktural fungsional berkembang berkat karya Turner yang merupakan guru Clifford Geertz. Meskipun kemudian terdapat perbedaan di dalam perspektif antropologinya. Jika Turner lebih mengarah ke antropologi sosial sebagaimana aliran ini berkembang di Inggris, maka Geertz lebih masuk ke dunia budaya atau kajian antropologi budaya, terutama kajian-kajian tentang dinamis hubungan antara agama dan budaya. Di antara karya itu adalah the Religion of Java, Islam Observed, dan karya lain misalnya Religion as a Cultural System.
            Perspektif simbolik memang menjadi lahan baru di tengah berbagai aliran yang sudah ada sebelumnya dan dirasakan mengalami kejenuhan. Akan tetapi, perspektif ini sebagai kelanjutan tidak langsung dari perspektif fenomenologi-interpretatif di dalam kajian-kajian agama memiliki “kesamaan”, yaitu ingin memahami apa yang ada di balik fenomena. Ia tidak berhenti pada fenomena saja, tetapi bergerak menatap lebih mendalam pada dunia fenomena yang sering dikonsepsikan sebagai pemahaman interpretatif.
Kebudayaan adalah istilah yang kompleks. Begitu kompleksnya sehingga terdapat sangat banyak definisi tentang kebudayaan itu. Kluckholn, misalnya telah melakukan pelacakan terhadap sekian banyak pengertian tentang kebudayaan dan kemudian merangkumnya menjadi:
a. Keseluruhan cara hidup suatu masyarakat,
b. Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya,
c. Suatu cara berpikir, merasa, dan percaya,
d. Suatu abstraksi dari tingkah laku,
e. Suatu teori pada pihak antropologi tentang cara suatu kelompok masyarakatnyatanya bertingkah laku,
f. Suatu gudang untuk mengumpulkan hasil belajar,
g. Seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah yang sedang berlangsung,
h. Tingkah laku yang di pelajari,
i. Suatu mekanisme untuk penataantingkah laku yang bersifat normative,
j. Seperangkat teknik untuk menyesuaikan, baik dengan linkungan luar maupun dengan orang-orang lain
k. Suatu endapan sejarah.
Di dalam menedefinisikan kebudayaan, ahli antropologi simbolik tampaknya berbeda dengan aliran evolusionis yang mendefiniskan kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia atau kelakuan dan hasil kelakuan. Oleh karena itu, dalam perspektif simbolik, kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia. Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut.
Kebudayaan, dengan demikian ialah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagaian pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk sosial, yang isinya ialah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan yang diperlukannya. Kebudayaan dalam konsepsi ini mengandung dua unsur utama, yaitu sebagai pola bagi tindakan dan pola dari tindakan. Sebagai pola bagi tindakan, kebudayaan ialah seperangkat pengetahuan manusia yang berisi model-model yang secara selektif digunakan untuk menginterpretasikan, mendorong, dan menciptakan tindakan atau dalam pengertian lain sebagai pedoman tindakan, sedangkan sebagai pola dari tindakan, kebudayaan ialah apa yang dilakukan dan dapat dilihat oleh manusia sehari-hari sebagai suatu yang nyata adanya atau dlam pengertian lain ialah sebagai wujud tindakan.
Secara cukup konsisten, Geertz memeberikan pengertian kebudayaan sebagai memiliki dua elemen, yaitu kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai sistem nilai. Sistem kognitif dan sistem makna ialah representasi pola dari atau model of, sedangkan sistem nilai ialah representasi dari pola bagi atau model for. Jika “pola dari” adalah representasi kenyataan sebagaimana wujud nyata kelakuan manusia sehari-hari, maka “pola bagi” ialah representasi dari apa yang menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan tindakan itu contoh yang lebih sederhana adalah upacara keagamaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan pola dari, sedangkan ajaran yang diyakini kebenarannya sebagai dasar atau acuan melakukan upacara keaagamanadalah pola bagi atau model untuk.
Akan tetapi, kemudian mucul persoalan teoritis, bagaimana menghubungkan antar pola dari dan pola bagi atau sistem kognitif dengan sistem nilai, yaitu kaitan antara bagaimana menerjemahkan sistem pengetahuan dan makna menjadi sistem nilai atau menerjemahkan sistem nilai menjadi sistem pengetahuan dan makana. Oleh karena itu, secara cermat Geertz melihat hal itu terletak pada sistem simbol. Simbollah yang memungkinkan manusia menagkap hubungan dinamik antara dunia nilai dengan dunia pengetahuan. Jadi, menurut Geertz, kebudayaan pada intinya terdiri dari tiga hal uatama, yaitu sistem pengetahuan atau sistem kognitif, sistem nilai atau sistem evaluatif, dan sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan atau interpretasi. Adapun titik pertemuan antara pengetahuan dan nilai yang dimungkinkan oleh symbol ialah yang dinamakan makna (system of meaning). Dengan demikian, melalui sistem makna sebagai perantara, sebuah symbol dapat menerjemahkan pengetahuan menjadi nilai dan menerjemahkan nilai menjadi pengetahuan.
Untuk memahami budaya, seorang pengkaji tidaklah berangkat dari pikirannya sendiri, tetapi harus berdasar atas apa yang diketahui, dirasakan, dialami oleh pelaku budaya yang dikajinya atau disebut sebagai From The Native Point’s of View, yang merupakan hakikat dari pemahaman antropologis. Semenjak Malinowski, perdebatan metodologis mengenai dari mana memandang kebudayaan manusia telah dilakukan sehingga muncul istilah-istilah: perspektif “dalam” versus “luar”, deskripsi “orang pertama” versus “orang ketiga”, teori “phenomenology” versus “objektivistik”, atau teori “kognitif” versus “behavioral”, analisis “emic” versus “etik” yang memebela terhadap pemilihan ilmu-ilmu sosial, termasuk antropologi. Di dalam kerangka ini, Geertz mengambil posisis yang disebutnya sebagai, “melihat kenyataan dari sudut pandang pelaku”.
            Dalam konteks ini, kenyataan harus memaparkan apa yang dipahami oleh pelaku budaya maka berakibat terhadap pemaparan berbagai ungkapan tersebut secara panjang lebar, yang disebut sebagai thick description, atau deskripsi tebal yang berlawanan dengan thin description, yang disebut deskripsi ringkas. Lukisan mendalam yang dikerjakan oleh etnografi itu dalam sudut pandang buku teks ialah menerapkan hubungan, menyeleksi informan, mentranskip teks-teks, mengambil silsilah-silsilah, memetakan sawah-sawah, mengisi sebuah buku harian, dan sebagainya.
            Berangkat dari konsepsi tersebut, tulisan Geertz dalam beberapa karyanya merupakan pemaparan panjang lebar sebagai hasil wawancara mendalam atau observasi terlibat sehingga dapat menggambarkan secara mendalam berbagai peristiwa dan berikut makna-makna yang terkandung di dalamnya. Di dalam tulisannnya mengenai “Abangan, Santri, Priayi dalam Mayarakat Jawa” dan “Islam yang Saya Amati” lukisan mendalam sebagai sebuah deskripsi di dalam antropologi interpretatif itu sangat kentara.
D. Antropologi dalam Sudut Pandang Pelaku dan Kritik Terhadap Konsep Greetz
            Secara sengaja, makalah ini akan mencoba untuk menyoroti karya Greetz yang masih kental dengan lukisan mendalam karena di dalmnya berisi dekripsi rinci berbagai peristiwa yang terjadi pada lokus kajiannya.
            Dalam penelitiannya di Mojokuto, berdasarkan atas pandangan setempat menurut kepercayaan, keyakinan, preferensi etis, dan ideologi politik kiranya sangat jelas bahwa mereka itu terbagi menjadi tiga golongan yaitu, kaum abangan, santri, dan priyayi dengan ciri-ciri kebudayaan yang berbeda. Ketiga varian agama itu selanjutnya disebut sebagai The Religion of Java. Secara singkat dapat dinyatakan, kaum abangan ialah menekankan aspek-aspek animisme, sinkretisme secara keseluruhan, dan pada umumnya diasosiakan dengan unsur pedagang (dan juga unsur-unsur tertentu dari petani). Priayi yang menekankan aspek Hindu dan diaasosiakan dengan unsur birokrasi. Dengan kata lain, terdapat penekanan abangan ialah petani, santri ialah pedagang dan priayi ialah birokrat dengan masing-masing ciri kebudayaan yang dimilikinya.
            Pemilihan tiga konsepsi yang disebut sebagai agama Jawa, telah mengundang perdebatan yang sangat serius. Kekurang tepatan konsepsitualisasi trikotomi terletak pada pemilihan santri dan abangan ialah penggolongan “ketaatan beragama”, sedangkan priayi adalah “penggolongan sosial”. Untuk itu, tidak terpetakan adanya priayi yang santri dan juga ada priayi yang abangan. Varian seperti ini terlewatkan oleh Geertz karena pandangannya bahwa kebudayaan itu bersifat share atau milik publik. Akibatnya, ketika istilah abangan itu berada di dalam realitas empiris masyarakat Mojokuto terlepas apakah itu konsep denotatif atau referensi, maka konsep tersebut dicari hubungannya dengan kebanyakan kaum tani yang memiliki berbagai macam ritual seperti itu.
            Demikian pula, ketika melihat realitas empiris bahwa kebanyakan kaum santri berada di pasar yang mereka memiliki komunitas tersendiri dan berbeda dengan kaum abangan petani pedesaan maka konsepsi itu dianggap sebagai varian santri yang diselimuti oleh pandangan keislaman. Di sisi lain, kaum priayi yang sebenarnya tidak bisa dipadankan dengan dua kategori lainnya, juga secara riil ada dalam konsepsi orang Jawa dan dengan ciri-ciri pola bagi yang jelas. Kiranya, berdasar atas pandangan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang shared.
            Di antara pola konflik tersebut yang paling keras ialah melibatkan antara kaum abangan dan kaum santri, terlebih lagi ketika unsur politik masuk di dalamnya. Dalam salah satu contoh, peristiwa kematian yang dialami oleh anggota kaum abangan dan pada gilirannya kemudian dilakukan upacara pemakaman maka terdapat kesulitan pola bagi tindakan apa untuk menentukan upacara kematiannya. Persoalan menjadi rumit tatkala konflik historis dan aktual muncul di dalam proses pemakaman. Karman, sebagai tokoh Permai yang tak tahu harus berbuat apa, bertemu modin desa yang memegangi prinsip keyakinan keagamaan dan sekaligus juga memanfaatkan momentum untuk member pelajaran bagi orang seperti Karman, tokoh Permai yang tidak tahu banyak persoalan mendasar mengenai ajaran Permai yang menurut modin dianggapnya sebagai korban elit politik kota. Di tengah kebiusan itulah muncul Abu seorang santri muda yang menganjurkan diri untuk member keputusan tentang bagaimana memakamkan Paijan, anak tokoh Permai. Tindakan Abu pun telah memperoleh pembenaran dari pelayar, baik abangan maupun santri lainnya. Sampai kemudian datanglah orang tua si Paijan dan memperbolehkan pemakaman dengan cara Islam. Pemakaman pun dilakukan sesuai dengan tradisi ritual kematian Islam.
            Di dalam menganalisis upacara kematian ini, Geertz menggunakan konsepsi yang disebutnya sebagai fungsionalisme dinamis. Sebab ia ingin menjelaskan perubahan-perubahan sosial yang diakibatkan oleh konteks sosial ideologis. Baginya, pendekatan interpretative “kurang relevan” untuk dijadikan pisau analisis terhadap upacara pemakaman yang tidak normal seperti itu. Pendekatan fungsional dinamis tidak membedakan segi-segi kultural yang “bermakna logis” dari pola ritual itu, dan segi-segi structural sosial yang “kausal fungsional” sebab melalui pembedaan itu kiranya akan dapat dijadikan sebagai pisau analisis yang memadai. Melalui pisau analisis ini akan dapat diketahui sumber penyebab pemakaman yang kacau tersebut, yaitu sebuah ketidaksesuaian yang disebabkan oleh ketahanan sebuah sistem symbol religius yang disesuaikan dengan struktur sosial petani di sebuah lingkungan kota. Ada distingsi antara pola bagi tindakan atau teks-teks yang dijadikan sebagai pedoman di kalangan mereka. Sementara itu, Islam telah menyediakan pola tindakan bagi upacara pemakaman, dan ketika pola itu ditentang oleh entitas lai yang menginginkan perubahan, dan sementara itu pola tindakan bagi keinginan berubah tersebut belum didapatkan atau bahkan tidak ada maka di situlah terjadi kesenjangan interaksi. Namun demikian, di tengah kegalauan itu akhirnya ditemukan jalan keluar yang sekuarang-kurangnya memuaskan semua pihak.
E. Contoh Kebudayaan Adat dalam Perspektif Simbolik-Interpretatif di Suku Sunda dalam Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah. Perspektif simbolik-interpretatif dalam adat Sunda ini adalah adanya ritual-ritual khusus yang mempunyai makna dan nilai tertentu yang dipercayai masyarakat.
Simbol yang biasanya digunakan dalam upacara adat Sunda ini adalah bahasa Sunda itu sendiri, bahasa menjadi pengantar yang istimewa di kalangan masyarakat Sunda karena memiliki tingkatan tertentu. Yaitu, lemes, sedeng, dan kasar. Bahasa untuk pengantar suatu upacara adalah bahasa Sunda campuu (lemes, sedeng, kasar). Interpretasi yang bisa disiratkan dari upacara adat ini adalah bentuk rasa syukur seseorang terhadap tujuan yang akan dicapai oleh sepasang calon mempelai yang akan menikah. Makna lain adalah menghormati nenek moyang mereka yang sudah meninggal, pamali apabila melanggar atau tidak menjalankan kebiasaan turun-temurun nenek moyangnya, serta bentuk kebersamaan sesame masyarakat terdekat dalam bentuk pesta adat yang sakral.
1. Upacara Sebelum Akad Nikah
a. Neundeun Omong: Yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
Ngalamar: Nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
b. Seserahan: Yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
c. Ngeuyeuk Seureuh: Artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah.
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat Sesudah Akad Nikah
a. Munjungan/Sungkeman: Yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b. Upacara Sawer (Nyawer): Perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c. Upacara Nincak Endog: atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah, di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d. Upacara Buka Pintu: upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e. Upacara Huap Lingkung: Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung, saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).













BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Clifford Greetz adalah seorang antropolog dari amerika, kecintaannya terhadap antropologi membawanya untuk meneliti masyarakat yang ada di Indonesia, yaitu di Mojokuto, Jawa Timur. Selama puluhan tahun ia melakukan penelitian yang akhirnya ia tuliskan dalam berbagai karyanya. Salah satu karya terbesarnya adalah buku The Religion of Java sebagai hasil penelitiannya di daerah Mojokuto tersebut. Buku ini mengambil konsep terbesarnya yaitu tritonomi—abangan, santri, dan priyayi.
Kebudayaan dalam antropologi simbolik-interpretatif memandang bahwa kebudayaan bukan hanya hasil karsa, cipta, ataupun rasa, melainkan sebuah konsep keseluruhan pemikiran manusia yanag dijadikan sebagai pedoman atau penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia. Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut.
Antropologi simbolik-interpretatif mengusung konsep seluruh pengetahuan yang yang dipunayi oleh manusia sebagai makhluk sosial. Unsur utama konsepnya adalah sebagai pola bagi tindakan dan pola dari tindakan. Sedangkan elemen utama konsepnya adalah model of dan model for. Unsur dan konsep ini digunakan untuk menjelaskan sejauh mana kebudayaan dalam perspektif antropologi simbolik-interpretatif.
Dalam hal sudut pandang pelaku, terkadang konsep pengetahuan saja tidak cukup ketika menghadapi perubahan social-budaya yang ada di masyarakat. Perlu adanya perbedaan sudut pandang seseorang dengan berbagai perbedaan psikologis yang ada. Misalnya, dalam hal konsep abangan, santri, dan priyayi tidak semuanya cocok penerapannya, karena tiga unsur tersebut berbeda khususnya dalam hal agama. Kaum abangan condong ke agama Hindu dan percaya akan mitos-mitos leluhur, sedangkan santri jelas merupakan golongan anak muda yang mengeyam ilmu agama Islam di pondok pesantren. Begitupun priyayi yang maayoritasnya adalah turunan dari raja-raja yang pernah berkuasa.
Apabila menitik beratkan pada kebudayaan saat ini susah sebetulnya, faktor utamanya adalah reformasi budaya yang cenderung dilupakan dan hamper punah. Namun ada segelintir budaya yang masih dilestarikan oleh sebagian masyarakat, diantaranya oleh masyarakat suku Sunda, Jawa Barat. Ada berbagai tradisi yang mengacu pada pengetahaun manusia sebagai pendorong pelaksanaan upacara pernikahan. Upacara tersebut juga menggunakan symbol tertentu ebagai bagian dari adanya interaksi di masyarakat, sehingga menghasilkan makna tertentu yang terus di jaga oleh masyarakat.
B. Saran
Kebudayaan menurut perspektif antropologi simbolik-interpretatif menitikberatkan pada adanya pengetahuan manusia sebagai unsur utama, hal tersebut mungkin saja tidak disetujui oleh masyarakat tertententu yang yakin dan sadar akan adanya campur tangan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemberi kebudayaan yang sesungguhnya. Sangat riskan memang apabila kita memahami konsep abangan, santri, dan priyayi, yang mana sangat kontras sekali berbeda secara gamblang. Sehingga adanya konflik moral agama dan budaya tertentu.


DAFTAR PUSTAKA
Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 1981
Pals, Daniel L., Seven Theories of Religion; dari Animisme E.B. Taylor, Materialisme Karl Marx hingga Antropologi Budaya C. Geertz, terj. Ali Noer Zaman, Yogyakarta: Qalam, 2001
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta: UI-Press, Cet. II, 1987
Strauss, Anselm & Corbin, Juliet, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; Prosedur, Tehnik, dan Teori Grounded, terj. Djunaidi Ghony, Surabaya: Bina Ilmu, 1997.
Muchtarom, Zaini, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002
Syam, Nur. 2012. Mahzab-Mahzab Antroplogi. Yogyakarta: LkiS Group.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Recent posts

Categories

  • Esai
  • Logo
  • Makalah
  • Opini
  • PPT
  • Recent post
  • Resume
  • Teori
  • Tips-lolos-SBMPTN-cemerlang
  • Tugas

Blog Archive

  • April 2020 (1)
  • Januari 2020 (3)
  • Desember 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Oktober 2018 (11)
  • Juni 2017 (1)
  • Mei 2017 (2)
  • April 2017 (11)
  • Maret 2017 (22)

About me

About Me

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung (Sosiologi)

University of Selangor, Malaysia (Faculty of Education and Social Sciences).

Follow Me

  • facebook
  • Google+
  • instagram
  • pinterest
  • twitter
  • youtube

Created with by ThemeXpose