Makalah Masa Khilafah Abu Bakar Ash-Shiddiq

by - 04.35

Disusun Oleh:
Paelani Setia (1168030160)
Departement of Sociology
Faculty Social and Political Science
State Islamic University Bandung 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Disadari ataupun tidak, sesungguhnya manusia memiliki naluri dan watak berpolitik, watak untuk mengatur, mempengaruhi, dan menghegemoni orang lain. Berpolitik merupakan aktualisasi diri dalam ranah publik sebagai bukti bahwa dirinya memiliki  kekuatan  yang  dapat  didarmabaktikan  kepada  bangsa  dan  negara  atau kepada masyarakat luas. Selain itu berpolitik juga panggilan dari ajaran Islam, salah satunya untuk melakukan dakwah amar makruf nahi munkar. Tidaklah herakan kalau dalam bentangan sejarah yang panjang, sejak Rasulullah Muhammad saw, khulafaurrasyidin, Umayyah (661-750) sampai Abbasiyah (750-1258)   diwarnai kejayaan dalam bidang politik, karena kemampuannya melakukan ekspansi atau futuhat ke negara-negara atau daerah lain. Selain itu, karena persoalan politik juga, perpecahan, peperangan dan pertumpahan darah di tubuh umat Islam tidak dapat dielakkan. Perang jamal   antara menantu dan mertua (Ali bin Abi Thalib dengan ‘Aisyah), perang siffin antara khalifah dengan gubernur (Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyyah) sebagai bukti sejarah yang sulit dibantah. Peristiwa politik ini sebagai bahan analisis orientalis, yang berkesimpulan bahwa berkembangnya Islam karena perang, berarti umat Islam suka menumpahkan darah. Hal ini diperkuat perilaku politik negara-negara Islam yang tidak dapat bersatu, malah berperang sesama negara Islam, misalnya Iran-Irak, Iran-Kuwait. Juga konflik sesama gerakan politik di Timur Tengah, misalnya antara Hamas dan Fatah di Palestina.  Bahkan lahirnya aliran teologi Islam juga berawal dari masalah politik, sehingga sesungguhnya Islam tidak dapat dilepaskan dari politik. Tidak hanya itu, munculnya hadis palsu yang dibuat oleh orang-orang muslim atau non-muslim, karena didorong oleh motif-motif politik, misalnya hadis di bawah ini:
“Wahai ‘Ali, sesungguhnya Allah telah mengampuni kamu, keturunanmu, orang tuamu, keluargamu, pengikutmu, dan orang-orang yang menghidupkan syi’ahmu”
Inilah   kenyataan sejarah kalau Islam tidak dapat dilepaskan dari politik, dan umat Islam pernah “babak belur dalam sejarah”, bahkan “berdarah-darah”.  Namun juga harus adil dalam meletakkan Islam dalam sejarah peradaban, yakni dengan cara melahirkan kesepakatan atau tahkim/arbitrase. Mereka yang tidak setuju terhadap arbitrase ini keluar dari  pihak  Ali  dan  membentuk  kelompok  Khawarij,  yang  menghalalkan  darah  orang-orang  yang terlibat dalam arbitrase.
Islam diletakkan sebagai agama yang mencerahkan, membangun peradaban yang anggun dan suka kedamaian, sebagaimana makna yang terkandung dalam kata “   ﻢﻠﺳأ – ﺎﻣﻼﺳإ – ﻢﻠﺴﻳ ” itu sendiri, yang bermakna keselamatan, kedamaian, dan penyerahan. Islam hadir membebaskan umat masia dari belenggu sejarah, peradaban dan belenggu kultural, tradisi dan adat istiadat seperti pada zaman jahiliyah. Dari dua pemikiran yang ekstrim ini maka   lahirlah pemikiran tengah, mengambil sebagian pemikiran kanan dan sebagian pemikiran kiri. Maka kalau dipetakan pemikiran hubungan agama dan politik ini ada tiga, dan terus mewarnai dalam jagat pemikiran politik Islam, bahkan sampai pada tataran praksis. Ketiga pola pemikiran tersebut adalah; pertama, mereka yang memisahkan antara politik dan agama, keduanya berada dalam wilayah yang berbeda, agama adalah urusan ukhrawi dan politik urusan dunia. Pola inilah yang disebut dengan sekularisme (tokohnya: Thaha Husein dan Ali Abd. Raziq), di Indonesia Gus Dur. Kedua, mereka yang menyatakan bahwa antara agama dan politik adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, integralistik, karena agama tidak hanya berhubungan dengan ukhrawi saja, melainkan juga mengatur kehidupan di dunia. Kesempurnaan Islam diyakini oleh umat Islam, karena Islam mengatur kehidupan secara menyeluruh dan diterapkan dalam keluarga, ekonomi dan politik, yang lebih dikenal dengan 3 D (dien, dunya dan daulah). Untuk itulah realisasinya harus diciptakan negara Islam, yakni sebuah negara ideologis yang didasarkan kepada ajaran-ajaran Islam yang lengkap.
Berpijak dari ketiga pemikiran di atas maka kami terpanggil untuk menyusun makalah yang berjudul “Peradaban Islam Masa Khulafaur Rasyidin”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi atau perjalanan hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Islam?
2. Bagaimana pembaiatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw.?
3. Bagaimana perkembangan peradaban Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq?
4. Bagimana kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq semasa menjadi khalifah?
1.3 Tujuan
1. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Peradaban Islam;
2. Mengetahui proses pembaitan Abu Bakar menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw.;
3. Mengetahui perkembangan peradaban Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq;
4. Mengetahui kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq semasa menjadi khalifah.
1.3 Metode Penulisan Makalah
Secara umum penulisan dan penyusunan makalah ini menggunakan metode studi kepustakaan dan literartur yang sesuai dengan topik pembahasan. Makalah yang pada idealnya menggunakan sumber terpercaya dan sumber yang tidak hanya fokus pada satu sumber adalah kewajiban wajib bagi para penulis dalam menyajikan materi. Nampaknya makalah ini pun sesuai dengan persyaratan tersebut.
Penyusunan makalah yang mengandalkan literatur tidak mengindahkan kualitas dari materi yang di sajikan, pembaca akan diajak untuk bisa memahami materi dengan ringkas dan jelas. Ditambah lagi dengan contoh studi kasus yang diperoleh dari berbagai sumber baik itu buku maupun internet dan sumber lainnya.
Penyususnan makalah ini dilakukan secara bertahap dari tahap satu ke tahap berikutnya, proses pengumpulan data menjadi tahap pertama penyusunan makalah, setelah data terkumpul kemudian di seleksi dan dipilih materi yang sekiranya cocok untuk dimasukkan ke dalam makalah, kemudian data diolah dan ditulis dengan berbagai variasi kutipan baik secara langsung mapun tidak langsung. Hingga kahirnya terbentuk suatu karya ilmiah yang berbentuk makalah.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Bakar Ash-Shiddiq
Nama Abu bakar ash-Shiddiq ra. Sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr17 al-Qurasy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi saw pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibunya adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim.  Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim.
 Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Dan pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. digelari Atiq. Imam Thabari menye-butkan dari jalur Ibnu Luhai'ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq (Abu Bakar), kedua Mu'taq dan ketiga Utaiq.
Abu Bakar adalah seorang yang bertubuh kurus, berkulit putih . ‘Aisyah menerangkan karakter bapaknya, "Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang (sehingga kainnya seialu turun dari pinggangnya), wajahnya seialu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’ dan seialu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun katam." Begitulah karakter fisik beliau. Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, seialu memiliki ide-ide   yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar memiliki azimah ( keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara' dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah, semoga Allah meridhainya. Akan diterang-kan kelak secara rinci hal-hal yang membuktikan sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia ini.
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripadanya, adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali memeluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar ra. paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhan-nya dalam berdakwah.  Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur sepérti Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidil-lah ra.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal ra. Beliau selalu mengiringi Rasulullah saw. selama di Makkah, bahkan dialah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hij-rah hingga sampai di kota Madinah. Di samping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah saw. baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
2.2 Awal Kehidupan Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Islam
Abu Bakar dilahirkan dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad Saw. Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “Abu (Bapak) dan Bakar (Pagi), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad SAW dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad Saw. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut.   Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh suku Quraish, menemani Rasulullah Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memperdekakannya, seperti yang dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan dan lain-lainnya.
Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah saw. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah saw, ketika ketemu dengan Rasulullah Saw. dia berkata ”Wahai Abdul Qosim(panggilan Nabi),ada apa denganmu, sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang -orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?
Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah swt dan aku mengajak kamu kepada Allah swt, setelah selesai Rasulullah saw berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu beliau gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,dan Saad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam.Lalu,merekapun masuk Islam.Hari berikutnya Abu bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin Jarrah,Abdurarahman bin Auf,Abu Salamah bin Abdul Saad,dan Arqam bin Abil Arqamahum, juga mengajak mereka untuk masuk Islam,dan mereka semua juga masuk Islam. Sedangkan Istrinya Qutaylah binti Abd-al-Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummi Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali ‘Abd Rahman ibn Abi Bakar menerima Islam. Sehingga ia dan ‘Abd Rahman berpisah. Masuknya Abu Bakar berpegaruh besar dalam Islam. Teman–teman dekatnya diajak untuk masuk Islam. Mereka yang masuk Islam karena diajak oleh Abu Bakar adalah: Utsman bin Affan (yang akan menjadi Khalifah ketiga); Al-Zubayr; Talhah; Abdur Rahman bin Awf; Sa`d ibn Abi Waqqas; Umar ibn Masoan; Abu Ubaidah ibn al-Jarrah; Abdullah bin Abdul Asad; Abu Salma; Khalid bin Sa`id; dan Abu Hudhaifah bin al-Mughirah.
 Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.  Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
2.3 Abu Bakar Menjadi Khalifah
Rasulullah, Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan, yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya, Belum lagi Rasulullah dikebumikan , disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi pasca Rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke saqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).
 Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat rasulullah untuk menjadi Imam. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mendat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah. Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada , hai Abu Bakar…! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
 Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor. Kemudian Abu Bakar berpidato; “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan Rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.  Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalha, dan Zubair yang menolak dengan hormat.  Pembahasan-pembahasan tentang khalifah ini akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran Islam. Dengan terpilihnya Abu bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri kekhilafahan pertama di dunia Islam.
2.4 Kepemimpinan dan Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkaf isi pidatonya sebagai berikut:
 “Wahai Manusia! Saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu, maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat, sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya.  Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.
Ucapan yang pertama sekali yang diucapkan oleh Abu Bakar ketika di bai’at, ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketataan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, di antara kebijaksanaannya ialah sebagai berikut:
A. Kebijaksanaan Pengurusan Terhadap Agama
Ada beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang menyangkut terhadap Agama antara lain:
1. Memerangi Nabi Palsu, Orang-orang yang Murtad (Riddah) dan Tidak Mengeluarkan Zakat
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara pertentangan tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah),orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.
Untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk sebelas (11) pasukan dengan pemimpinnya masing-masing. Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan.  Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan. Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah; “Jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”Pasukan ini dibaginya menjadi sepuluh panji, masing-masing pemegang panji diperintahkan untuk menuju ke suatu daerah. Adapun sebelas panglima dan tugasnya adalah sebagai berikut:
Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid yang mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin pemberontakan dai al-Battah, suatu daerah di Arab tengah; Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab seorang kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah bani Hanifah yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah); Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan cadangan. Jika tugasnya selesai, ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju pusat wilayah Yamamah; Muhajir bin Umayyah diutus untuk menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad al-Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus menuju Hadramaut untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin Kais bin Maksyuh di Jazirah Arab selatan; Huzaifah bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin mereka mengaku Nabi Saw; Arfajah bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Muhrah dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang terhadap Islam dibawa pemimpinan Abu Bakar; Suwaib bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang terletak sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap pimpinan Abu Bakar; Al-Alla’ bin Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan kaum Riddah yang yang murtad dari Islam; Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Kuda’ah dan Wadi’ah yang terletak di barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan Islam; Khalid bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang ada diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga menunjukkan pembangkangan terhadap Islam; Ma’an bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal dari suku Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap kepemimpinan Islam.
Sementara itu, Abu Bakar sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah, tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras untuk mencegah seraya berkata:
“Wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan senangkanlah kami dengan dirimu.’ Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami musibah karena kematianmu, niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”
Abu Bakar kemudian kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain. Allah memberikan dukungan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran ini sehingga berhasil menumpas kemurtadan, memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua kabilah untuk membayar zakat.
2. Pengumpulan Al-Qur’an
Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang syahid. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.
3. Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
 Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
B. Kebijaksanaan Kenegaraan
Suyuthi Pulungan ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan.   yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin Khathab sebagai hakim Agung. Untuk daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir. Antara lain; Itab bin Asid menjadi Amir dikota Mekkah, amir yang diangkat pada masa Nabi Ustman bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi Al-Muhajir bin Abi Umayyah, amir untuk San’a, Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut, Ya’la bin Umayyah, amir untuk Khaulan, Abu Musa Al-Ansyari, Amir untuk Zubaid dan Rima’, Muaz bin Jabal, Amir untuk Al-Janad Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran, Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy, Al-Ula bin hadrami, amir untuk Bahrain, sedangakn untuk Iraq dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin Militer.
Para Amir tersebut bertugas sebagai pemimpin agama, juga menetapkan hukum dan melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir di samping sebagai ppemimpin agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian, setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, amil, Dan sebagainya.
2. Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
4.  Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dilakukan secara musyawarah dengan aklamasi menerima dan mengangkat Abu bakar. Allah sendiri berfirman:
 “Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) denngan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa khalifah Abu bakar diangkat menjadi Khalifah dengan jalan Musyawarah, walaupun diantara Sahabat ada yang tidak ikut dalam pembai’atan dan pada akhirnya mereka melakukan sumpah setia.  Dengan demikian, secara nyata, pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah disetujui.
2.5 Penyebaran dan Kekuasaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah dan perang.  Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam.
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan Persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke Persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah Persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera di serbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian rantai gurun pasir.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut:
Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia; Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Romawi Timur; Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania; dan Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan. Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.
2.6 Peradaban Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kalinya penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut:
Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya.
Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat: Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin. Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan memilih seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya. Pengukuhan Umar menjadi khilafah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu baiat umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin.
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan surat tersebut, adapun wasiat tersebut berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir akan beriman dan orang Fajir akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat Umar ibnul Khaththab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil. Itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan. Orang-orang yang zalim akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”
Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun membaiat Umar Ibnul Khaththab. Peristiwa ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.
2.7 Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
 Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mendi, lalu ia terserang demam yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab, “Dia telah melihatku dan berkata, “Aku pembuat sekendakku”
Dalam sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani dengan dua helai kain bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah menawarkan hendak mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata, “orang yang hidup lebih memerlukan yang baru daripada yang sudah mati, kapan itu hanya buat cacing dan tanah”. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, bertepatan tanggal 22 Agustus tahun 634 M. Lamanya memerintah 2 tahun 3 bulan 10 hari, dikebumikan di kamar Aisyah di samping makan Sahabatnya yang mulia rasulullah Saw.


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallah ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya:
Pengangkatan Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berlangsung melalui syura. Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari kalangan sahabat termasuk di dalamnya Ali Radhiyallahu ‘anhu ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun Nash al-Qur’an atau Sunnah yang menegaskan hak khalifah kepada seseorang sepeninggal
Rasulullah Saw. Seandainya ada Nash yang menegaskannya, niscaya tidak akan ada syura untuk menentukannya dan para sahabat tidak akan berani melangkahi apa yang ditegaskan oleh nash tersebut.
Perbedaan pendapat yang terjadi di Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat, dalam rangka memusyawarahkan pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang menjadi tuntutan pembahasan suatu permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka pendapat dan pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan, selama menyangkut masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan gamblang oleh Nash. Jalan untuk mencapai kebenaran tentang setiap masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat ialah dengan mengemukakan berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan objektif, bebas, dan jujur.
Musibah yang dihadapi kaum Muslimin saat itu sangat besar dan persoalannya pun sangat pelik. Seandainya para sahabat tidak menemukan satu pilihan (calon tunggal) yang ditawarkan untuk divoting kemudian disepakati, niscaya hal tersebut merupakan syura palsu dan kesepakatan yang dipaksakan dari luar.
Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut terjun memerangi kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau terbunuh. Hal ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang sangat mendalam terhadap Abu Bakar. Merupakan bukti nyata pula bahwa Ali telah sepenuhnya menerima Khalifah Abu Bakar dan kelayakannya untuk memimpin kaum Muslimin. Setiap Muslim yang merenungkan sikap yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap kabilah-kabilah yang murtad dan tekad yang begitu kuat untuk memerangi kabilah-kabilah tersebut sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat yang pada mulanya tidak bersedia melakukannya, niscaya akan meyakini adanya hikmah Allah yang telah mengangkat orang yang sesuai dan untuk menghadapi tugas yang sesuai pula. Siapa pun di antara kita hampir tidak dapat membayangkan bahwa di kalangan sahabat ada orang yang lebih patut dari Abu Bakar untuk menghentikan badai (kemurtadan) tersebut dan mengembalikannya ke pangkuan Islam.
Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar. Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang syahid. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam.
Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah kecuali setelah mengemukakan kepada kaum Muslimin kemudian pernyataan ridha dari kaum Muslimin terhadap imamah yang telah diwasiatkan tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan keridhaan tersebut. Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada Umar, tetapi kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.
3.2 Saran
Dalam setia pememrintahan selalu ada hal baik dan hal buruknya, terlepas dari segala penyebab munculnya hal negative perlu digaris bawahi memang hal tersebut bukan acuan dan perbandingan contoh kedepannya, hal tersebut adalah motivasi bagi kita untuk lebih baik lagi sebagai umatnya Nabi Muhammad Saw. Secara garis besar Islam sangat berjaya pada masa ini, namun sayang Islam sekarang seakan-akan redup dan tidak terlihat lagi taringnya, bahkan sering diadu dombakan sebagai teroris ataupun apa. Dan inilah fakta yang harus tetap kita perjuangkan untuk memperbaiki Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surah As-Syura ayat 38.
al-Bidayah wan Nihayah, 3 / 26.
 Ali, Mufradi, 1997. Islam dan Kawasan Kebudayaa Arab, Jakarta, Logos, Wacana Ilmu.
Departemen Agama RI, .1982. Sejarah dan kebudayaan Islam, Proyek Pembinaan PTA IAIN Alauddin, Ujung Padang.
Dewan Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jilid I. 1993. PT Ikhtiar Baru van Hoeve Jakarta.
http://dimensi5.wordpress.com/2007/02/26/Abu bakar Ash-Shiddiq/ (20/04/2017).
http://www.haryobayu.web.id/?aksi=detail_blog&nomor=397 (21/04/2017).
http://dimensi5.wordpress.com/2007/02/26/Abu bakar Ash-Shiddiq/ (21/04/2017).
Humam, D. 1989. Terjemah Islamic and History from Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cetakan I, Yogyakarta Kota Kembang.
Murodi, 2010. Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Karya Toha Putra.
Osman, Latif.2000. Ringkasan Sejarah Islam. Jakarta: Widjaya Jakarta.
Pulungan, Suyuti. 1994. Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta.
Rida, M.  Abu Bakar Ash-Shiddiq Khalifah yang Pertama. Darul Fikr, Beirut.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Sadeli, Imran .2006. Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.
Tarikh ath-Thabari, 3/425
Thabaqat Ibnu Sa'ad, 3/188.
Yatim, Badri .1997. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.


You May Also Like

0 komentar