“BETULKAH POLITIK ITU KOTOR, CURANG, DAN PICIK?”
“BETULKAH POLITIK ITU KOTOR, CURANG, DAN PICIK?”
Mendengar kata politik, tentu patokannya sangat luas sekali apabila dipandang oleh mereka yang mengerti politik. Politik dipandang sebagai sesuatu yang kejam tetapi halus menggerutunya, dipandang sebagai suatu permainan tidak menguras energi tetapi menguras pikiran dan hati yang membutuhkan banyak sekali strategi dalam mewujudkannya. Politik menurut mereka adalah suatu tujuan organisasi yang harus diwujudkan demi tercapainya suatu tujuan bersama. Namun apalah maksud tujuan bersama tersebut apabila hanya berkaca pada realita yang notabeninya hanya mencapai suatu tujuan tertentu (kelompok) saja, bukan tujuan bersama. Sebaliknya politik dianggap sebagai suatu yang murka, tidak punya nurani, dan permainan yang sering dibumbui dengan kepentingan-kepentingan atau aroma-aroma negatif. Itulah gambaran ‘politik’ jika melihat pada pengertian masyarakat sekarang ini.
Filosof Barat Maurice Duverger mengatakan bahwa politik adalah kekuasaan. Yaitu kekuatan seluruh jaringan lembaga-lembaga (institusi) yang mempunyai kaitan dengan otoritas, dalam hal ini suasana di dominasi oleh beberapa orang saja diatas orang lain (rakyat). Dalam Islam menurut Abdul Wahhab Khallaf politik (siyasyah) adalah pengaturan urusan pemerintahan kaum muslimin secara menyeluruh dengan cara mewujudkan maslahat, mencegah terjadinya kerusakan (mafsadat) melalui batasan-batasan yang ditetapkan syara dan prinsip-prinsip umum syariah (muqosidhus syariah)—kendati hal itu tidak ada dalam ketetapan nash dan hanya menyandarkan pada pendapat imam mujtahid (Asy-Siyasah Asyar’iyyah: 12-127).
Dikalangan umat sekarang politik sangat sensitif sekali sehingga identik dengan sesuatu yang tidak di sukai oleh masyarakat. Aplikasi politik di kalangan umat faktanya tidak sesuai harapan, penuh dengan kebohongan, dusta, picik, dan menyengsarakan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Tentu jawabannya adalah politik yang digunakan adalah politik ala demokrasi bukan politik Islam. Terlepas dari ketimpangan tersebut pertanyaannya yang sesuai adalah mengapa umat sekarang tidak sadar akan adanya politik Islam yang nyatanya mensejahterakan umat?
Umat saat ini cenderung apatis dan tidak mau memikirkan apa itu politik, seakan-akan memisahkan kehidupan dengan politik. Padahal dalam Islam berpolitik berarti mengurusi kehidupan, mengurusi umat, dan politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Memang tidak bisa dipungkiri fakta dan realita yang buruk menjadi faktor utama melelehnya kesadaran politik umat. Mereka hanya ingin berpartisipasi dalam politik apabila hanya dibayar dengan uang saja, itupun kancahnya dalam demokrasi yang jauh dari kata sesuai dengan harapan umat. Inilah sesuatu yang mengakar mengapa umat malas untuk berpolitik hingga ‘membenci’ politik. Hal tersebut menjadi pincang karena sesungguhnya setiap hari manusia bekerja, sekolah, sampai makan dan minum menggunakan politik sebagai dasarnya. Apa mau dikata, pengetahuan politik pun bagi umat seakan dipandang sebelah mata, hanya berlaku bagi orang yang berminat saja, dan akhirnya pengetahuan politik umat lemah hingga sangat berpengaruh pada jauhnya kesadaran perilaku politik umat saat ini.
0 komentar