Makalah Pembangunan Kebutuhan Sumber Daya Manusia

by - 07.13


BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya kebutuhan manusia menjadi tujuan utama mempertahankan hidup, kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan harus terpenuhi tanpa alasan apapun karena itu merupakan kebutuhan hajat hidup untuk mempertahankan kehidupan. Namun pada faktanya kebutuhan dasar ini seringkali tidak bisa merata dan terpenuhi oleh suatu negara dengan berbagai alasan dan kendala. Oleh karena itu terciptalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan momok bagi negara-negara dunia termasuk Indonesia, ini artinya bisa menghambat majunya dan sejahteranya suatu negara.
Kata pembangunan mungkin saja sangat akrab di telinga kita. Secara umum kata ini diartikan sebagai usaha untuk mewujudkan kemajuan hidup berbangsa. Akan tetapi pada sebagian besar masyarakat, pembangunan selalu diartikan sebagai perwujudan fisik. Bahkan pada masyarakat kecil, pembangunan mempunyai makna yang khas, seperti makna kata pembangunan yang sering kita temukan di berbagai tempat yang ditulis pada papan peringatan di tepi-tepi jalan: hati-hati sedang ada pembangunan mall, jembatan, jalan raya, rumah ibadah, dan sebagainya. Selo Sumardjan bahkan menceritakan tentang makna pembangunan pada masyarakat kecil yang unik itu seperti cerita seorang penduduk miskin di sebuah kota kecil di luar Jakarta. “Saya dulu tinggal di Jakarta. Akan tetapi, karena ada pembangunan, saya terpaksa mengungsi kemari.”[1]
Secara umum makna pembangunan adalah setiap usaha mewujudkan hidup yang lebih baik sebagaimana yang didefinisikan oleh suatu negara “an increasing attainment of one’s own cultural values”.[2] Ini yang disebut sebagai cita-cita bangsa. Oleh karena itu, merujuk pada konsepsi kenegaraan kita, tujuan akhir pembangunan bangsa Indonesia adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana yang tercantum pada sila terakhir Pancasila.
Dengan demikian, pembangunan sangat berkaitan dengan nilai, dan acap kali bersifat transendental, suatu gejala meta-disiplin, atau bahkan sebuah ideologi (the ideology of developmentalisme). Oleh karenanya, para perumus kebijakan, perencana pembangunan, serta para pakar selalu dihadapkan nilai (value choice), mulai pada pilihan epistimologis-ontologi sebagai kerangka filosofisnya, sampai pada derivasinya pada tingkat strategi, program, atau proyek. Pokok pikiran pembangunan tertuju pada cita-cita keadilan sosial. Untuk itu, pembangunan butuh proses dan tahapan terukur. Tahapan itu harus dapat menyentuh berbagai bidang, yakni pertama ekonomi sebagai ukuran kemakmuran materiil. Kedua adalah tahap kesejahteraan sosial. Ketiga adalah tahap keadilan sosial.
Salah satu solusi dengan adanya pembangunan yaitu yang berparadigma kepada kebutuhan dasar dengan berpandangan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi tercapai pada tingkat nasional tetapi itu tidak menjamin bahwa kebutuhan dasar semua masyarakat otomatis terpenuhi. Di balik pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kebutuhan pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan tetap saja tidak terpenuhi pada berbagai lapisan masyarakat. Ini diperparah oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar lain seperti pemenuhan hak asasi manusia (terutama hak untuk bekerja, mencari nafkah yang bermakna dan mengeluarkan pendapat), kebebasan dari ketakutan, kebebasan dari ketergantungan, dan peningkatan harga diri. Karena itu, dianjurkan agar pembangunan berfokus langsung pada pemenuhan kebutuhan dasar. Ideologi dari paradigma ini adalah keterjaminan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow?
2.      Bagaimana model pembangunan kebutuhan dasar manusia?
3.      Bagaimana strategi pembangunan kebutuhan dasar manusia sebagai alternative pembangunan?
4.      Bagaimana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia?

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memahami hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow;
2.      Untuk memahami model pembangunan kebutuhan dasar manusia;
3.      Untuk memahami strategi pembangunan kebutuhan dasar manusia sebagai alternative pembangunan; dan
4.      Untuk memahami upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.


1.       

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Hierarki Kebutuhan Maslow

Hierarki kebutuhan Maslow adalah teori psikologi yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation", di Psychological Review pada tahun 1943.[3] Ia beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi.[4]
Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.[5]
Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya.[6] Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation).[7] Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.
2.1.1 Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan).[8] Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya. Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur ataupun tekstur makanan.
Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang. Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual. Kedua, yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya lagi.
2.1.2 Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
2.1.3 Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Jika tidak, dunia akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.
2.1.4 Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.
2.1. 5 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di [Brandeis] memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.[9]

2.2 Model Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia (Human Basic Needs)

Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia (Human Basic Needs) yaitu mode pembangunan yang dikenal dengan basic need (Islam dan Henault 1989:7). Model ini merupakan reaksi dari ketidakberhasilan model pertumbuhan untuk memperbaiki tingkat hidup kaum miskin. Dalam praktek dikemukakan bahwa tidak selalu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan income perkapita tinggi dan sebaliknya.
Fokus utama dari obyek pembangunan adalah penduduk miskin di dalam suatu negara. Jadi penanggulangan kemiskinan bukan lagi merupakan trickle down effect tetapi direct attack. Manifestasi dari model pembangunan ini adalah pemenuhan kebutuhan pokok seperti kesempatan kerja dan berusaha, pemberantasan kelaparan dan kekurangan gizi, pemeliharaan kesehatan, air bersih dan perumahan. Kebijaksanaan tersebut dipandang sebagai strategi yang lebih baik bagi negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya.
Model pembangunan ini muncul pada tahun 1976, yaitu waktu diadakannya konferensi ILO mengenai "World Employment Conference Enthonement of Basic Need". Di sini, basic needs dijadikan acuan pembangunan nasional. Hal yang perlu diingat dari implementasi model ini, yakni konsep basic needs harus dipandang sebagai konsep yang dinamis.
Artinya konsep itu mempunyai makna berubah-ubah. Sebagai misalnya dalam kurun waktu tertentu konsep basic needs diartikan sebagai konsumsi 2000 kalori per hari, tetapi dalam kurun waktu yang lain bisa jadi bukan hanya 2000 kalori per hari, melainkan 2500 - 3000 kalori per hari. Dinamika dan konsep pembangunan ekonomi dari suatu negara, yang dari satu waktu ke waktu yang lain bisa berbeda-beda menuju ke tingkat kehidupan yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan pembangunan dengan pendekatan model tersebut, pusat perhatian administrasi pembangunan adalah pada deievery-service system yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi lokal dan sektoral. Sistem administrasi ini diharapkan dapat memahami hakekat pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara memuaskan. Berikut paket program lebih bersifat padat karya, skala kecil, bertumpu pada sumber regional, berpusat pada desa, dan teknologi tepat guna.
Sistem Administrasi pembangunan ini lebih banyak dipengaruhi oleh teori-teori yang tergolong dalam paradigma kelembagaan, hubungan kemanusiaan. Karena itu tipe administrator yang dibutuhkan adalah equitable administrator yang benar-benar berorientasi kepada ide keadilan sosial (Hart dalam Seri Monograf, 1989:8). Administrasi pembangunan dengan model pembangunan tersebut menghendaki adanya langkah-langkah debirokratisasi, pengembangan organisasi non birokrasi serta perilaku manajemen yang bersifat partisipatif dan mendorong inisiatif. Perlu adanya perhatian terhadap aspek-aspek desentralisasi, peningkatan kapasitas aparatur pemerintah lokal, partisipasi lokal dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana.
Salah satu manifestasi perubahan orientasi teori administrasi dalam penerapan model pembangunan ini adalah munculnya pergeseran strategi perencanaan pembangunan 'yaitu dari strategi center down atau top down menjadi bottom-up, mass participation seperti dikemukakan oleh Friedmann dan Weaver (1979 dalam Monograf, 1989:8). Pergeseran strategi dalam perencanaan pembangunan tersebut, dilatarbelakangi oleh pengalaman perencanaan pembangunan yang diformulasikan demikian hati-hati, akan tetapi gagal dalam pelaksanaannya dan bahkan ada kecenderungan merintangi usaha-usaha pembangunan.

2.3 Strategi Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut International Labour Organization (ILO) kebutuhan dasar tidak hanya terkait pemenuhan kebutuhan dasar hidup individu, tetapi juga kebutuhan untuk mengakses pelayanan mendasar. Empat Kebutuhan Dasar menurut ILO:
1.      Konsumsi dasar personal (sandang, pangan, papan)
2.      Akses ke pelayanan dasar (air bersih, pendidikan sanitasi, dan kesehatan).
3.      Akses ke pekerjaan yang digaji.
4.      Kebutuhan kualitatif (lingkungan yg sehat dan aman, kemampuan. untuk turut serta dalam pengambilan keputusan).
Salah satu teori yang mencoba menyesaikan strategi pembangun dasar manusia adalah teori pusat ke pinggiran yang diperkenalkan oleh Hirscman Myrdal. Hirscman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirscman (1958), menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growing Centre).[10]
Di sutau negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang terampil dan pihak lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut.
Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan kedaerah-daerah belakang (trikling down) dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi.[11] Jika pengeruh polarisasi lebih kuat dari pengaruh penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang.[12] Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan daerah perkotaan. Dalam jangka panjang penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di pusat-pusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya.
Pada pihak lain, berdasarkan konseptual yang serupa mengenai struktur titik-titik pertumbuhan dan daerah-daerah belakang, Myrdal (1957) menggunakan istilah Backwash effect dan spread effect yang artinya persis serupa dengan polarisasi dan pengaruh trikling down. Namun demikian, dalam penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis.
Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya dimana-mana. Pusat pemikiran Myrdal pada kausasi komulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan titik balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler komulatif selalu meghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan tidak kemerataan, atau dapat dikatakan bahwa mobilitas akan memperbesar ketimpangan pendapatan dan migrasi akan memperbesar ketimpangan regional.
Berdasarkan pada perbedaan pandangan diatas, maka kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula. Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembengunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan unmtuk melemahkan backwash effets dan meperkuat sread effeetc agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah keatas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional.[13]
Gunnar Myrdal (1957) dan Aschman (1958) dalam Keban (1995), menyerang pengertian equilibrium dalam teori ekonomi dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut pandangan Myrdal, daerah-daerah inti dari perekonomian adalah magnet penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan bahwa setelah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash, ketidak samaan antara daerah-daerah yang berkembang dengan daerah-daerah lain.
Daerah-daerah yang sedang tumbuh mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan, menurut model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (spread effect dan backwash effect). Efek penyebaran menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerah-daerah yang kurang makmur, hal ini meliputi: meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat herarkhi perkotaan.
Hirschman membantah bahwa memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titik-titik pertumbuhan adalah alami bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan daerah yang sedang berkembang membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana.[14] Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south). Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi primernya.[15]
Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect trickling down”, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapita South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.

2.4 Upaya Pemerintah Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia

Pemerintah telah mempersiapkan strategi untuk menekan jumlah kemiskinan di Indonesia. Untuk diketahui, pada Maret 2018 kemiskinan di Indonesia menurun jadi 9,82 persen atau mencakup 25,9 juta penduduk Indonesia. Hal ini membutuhkan kinerja dan usaha serius untuk kembali menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Di tataran ekonomi makro, pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, menjaga stabilitas makro ekonomi, stabilisasi harga, menciptakan lapangan kerja produktif, menjaga iklim Investasi, menjaga regulasi perdagangan, meningkatkan produktivltas sektor pertanian, dan mengembangkan infrastruktur wilayah tertinggal.
Pemerintah telah mempersiapkan 5 strategi untuk menekan jumlah kemiskinan di Indonesia. Untuk diketahui, pada Maret 2018 kemiskinan di Indonesia menurun jadi 9,82 persen atau mencakup 25,9 juta penduduk Indonesia. Pertama, meningkatkan efektivitas penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Selanjutnya, untuk masyarakat miskin dan rentan, pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan dengan akses permodalan, meningkatkan kualitas produk dan akses pemasaran, mengembangkan keterampilan layanan usaha, serta mengembangkan kewirausahaan, kemitraan, dan keperantaraan.
Langkah kedua untuk menekan jumlah kemiskinan, pemerintah akan memantapkan kelompok menengah ke bawah juga melakukan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar pulau Jawa untuk memperkuat infrastruktur konektivitas yang menghubungkan antara pusat ekonomi dan wilayah penunjang sekaligus memperkuat pengembangan produk lokal dan jaringan rantai pasok produk ekspor terus dilaksanakan. Selain itu, penguatan perekonomian Inspired middle Income class diwujudkan melalui kemudahan izin usaha bagi pemula, penguatan usaha mikro dan kecil serta pemberdayaan koperasi, serta peningkatan keahlian tenaga kerja dan sertifikasi keahlian.
Selanjutnya langkah ketiga ialah melakukan reformasi anggaran subsidi. Alokasi untuk subsidi bahan bakar turun signifikan sejak 2015. Alokasi subsidi dialihkan ke Dana Desa dan Transfer Daerah untuk mengurangi ketimpangan. Reformasi subsidi terus dilakukan untuk memastikan ketepatan sasaran, kesinambungan fiskal dan diversifikasi energi.
Sementara itu langkah keempat yaitu peningkatan anggaran perlindungan sosial. Pada periode 2010 hingga 2018, penurunan subsidi yang signifikan, dari 3,4 persen menjadi 0,8 persen PDB pada periode 2015 dan 2018 dialokasikan untuk perlindungan sosial melalui premi asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin serta perluasan program bantuan sosial. Pada 2018, anggaran yang cukup besar akan dialokasikan untuk infrastruktur dan investasi ekonomi.
Terakhir langkah kelima yaitu melakukan penguatan ekonomi domestik dan tata kelola impor. Penguatan ekonomi domestik diwujudkan melalui realisasi peningkatan kemudahan berusaha di daerah yang dipantau dengan ketat, mengingat implementasinya sering tidak sesuai dengan kebijakan pusat. Selain itu, pemerintah mendorong konsumsi masyarakat dengan menjaga inflasi terutama dari tekanan sisi suplai melalui pengurangan hambatan arus distribusi antarwilayah dan antarpulau, mengefektifkan TPID, serta mendorong penyediaan produksi pangan dan bahan pokok lain.
Investor domestik dan wirausaha lokal juga didorong untuk mengembangkan bisnis di Indonesia. Pemerintah mengurangi tekanan impor melalui penerapan kewajiban penyedia lapak online menjual barang lokal dengan komposisi minimal tertentu serta kemudahan investasi sektor industri untuk menyediakan bahan baku yang selama ini diimpor.



BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia menurut Maslow disebut sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Pembangunan kebutuhan dasar manusia berfokus utama dari obyek pembangunan adalah penduduk miskin di dalam suatu negara. Jadi penanggulangan kemiskinan bukan lagi merupakan trickle down effect tetapi direct attack. Manifestasi dari model pembangunan ini adalah pemenuhan kebutuhan pokok seperti kesempatan kerja dan berusaha, pemberantasan kelaparan dan kekurangan gizi, pemeliharaan kesehatan, air bersih dan perumahan. Kebijaksanaan tersebut dipandang sebagai strategi yang lebih baik bagi negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya.
Menurut International Labour Organization (ILO) kebutuhan dasar tidak hanya terkait pemenuhan kebutuhan dasar hidup individu, tetapi juga kebutuhan untuk mengakses pelayanan mendasar. Salah satu strategi pembangunan kebutuhan dasar manusia adalah teori yang dikembangkan Hirscman Myrdal yaitu teori pembangunan dari pusat wilayah ke pinggiran.
Solusi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk menanggulangi kemiskinan sebagai salah satu upaya pembangunan dasar sumber daya manusia adalah dengan lima (5) strategi yaitu, meningkatkan efektivitas penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi inklusif, membangun insfrastruktur penunjang yang menghubungkan kota dan desa, melakukan reformasi anggaran subsidi, peningkatan anggaran perlindungan sosial, dan melakukan penguatan ekonomi domestik dan tata kelola impor.

3.2 Saran

            Berbagai problem tentang pemenuhan dasar manusia masih sangat terkendala, baik dalam perencanaan, pengelolaan, hingga evaluasi. Ini berimplikasi pada masih terjadinya kesenjangan sosial masyarakat yang belum merata. Korupsi yang terus menjadi hantu masyarakat hingga penyelahgunaan lainnya harus menjadi tugas bersama untuk bisa ditanggulangi. Persoalan yang masih banyak di negeri ini soal pembangunan dasar kebutuhan manusia harus menjadi kritik terhadap pemerintah dan masyarakat secara luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1988; Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Forbes Dean K. 1991, Geografi keterbelakangan. Jakarta: LP3ES.
Budiman, Arif. 1996. Fungsi Tanah dan Kapitalis. Jakarta: Sinar Grafika.
Freidmann,John and Clyde Weaver. 1979. Territory and Function: the Evolution of Regional Planning. Berkeley: University of California Press.
G. Goble, Frank (1987). A. Supratiknya, ed. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius.
Hammand, Charles Whyone. 1985; Element of Human Geography. London: George Allen & UNWIN.
Hartiah Haroen, ed. (2008). Teknik Prosedural Keperwatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Humanika.
Indra Catri, 1993; Teori dan Institusi Pengembangan Wilayah. Institut Teknologi Bandung.
Indonesia Feist, Jess (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika.
(Inggris) Plotnik, Rod (2014). Introduction to Psychology, 10th Edition. Wadsworth.
Jhingan, M.L. 1993; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maslow, A.H. (1943). "A theory of human motivation". Psychological Review. 50 (4): 370–96. via psychclassics.yorku.ca.
Moeljarto, Tjokrowinoto. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Murtomo, 1988; Regional and Rural Development Planning Series. Yogyakarta: UGM.
Rahmat Hidayat, Deden (2011). Zaenudin A. Naufal, ed. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia.



[1] Arief Budiman, Fungsi Tanah dan Kapitalis. (Jakarta: Sinar Grafika, 1996). Hlm. 1.
[2] Tjokrowinoto, Pembangunan Dilema dan Tantangan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Hlm. 1.
[3] Maslow, A.H. (1943). "A theory of human motivation". Psychological Review. 50 (4): 370–96. Via psychclassics.yorku.ca.
[4] Indonesia Feist, Jess (2010). Teori Kepribadian: Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm. 331.
[5] Rahmat Hidayat, Deden (2011). Zaenudin A. Naufal, ed. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia. hlm. 165–166.
[6] (Inggris) Plotnik, Rod (2014). Introduction to Psychology, 10th Edition. Wadsworth. hlm. 332.
[7] Hartiah Haroen, ed. (2008). Teknik Prosedural Keperwatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Humanika. hlm. 2.
[8] G. Goble, Frank (1987). A. Supratiknya, ed. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius. hlm. 71.
[9] Ibid., hlm. 76-81.
[10] Freidmann, John and Clyde Weaver. 1979. Territory and Function: the Evolution of Regional Planning. Berkeley: University of California Press. Hlm. 76.
[11] Keban, Yeremias, T. 1995; Pembangunan Regional (Hand Out). Yogyakarta: Fak. Pasca Sarjana UGM. Hlm. 55.
[12] Indra Catri, 1993; Teori dan Institusi Pengembangan Wilayah. Institut Teknologi Bandung. Hlm. 90.
[13] Murtomo, 1988; Regional and Rural Development Planning Series. Yogyakarta : UGM. Hlm. 102.
[14] Arsyad, Lincolin, 1988; Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Forbes Dean K. 1991, Geografi keterbelakangan. Jakarta: LP3ES. Hlm. 67.
[15] Jhingan, M.L. 1993; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 87.

You May Also Like

0 komentar