Insfrastruktur: Tepatkah Saat Ini?

by - 19.42

Jokowi-JK Bangun Infrastruktur Untuk Kesejahteraan?
Oleh: Paelani Setia


Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, pepatah mengatakan bahwa gemah ripah loh jenawitongkat kayu jadi tanaman bukan sesuatu yang semu tetapi benar adanya.
Namun sayang, kekayaan akan sumber daya alam tersebut tidak ditunjang dengan kekayaan akan sumber daya manusia, tingkat pembangunan kualitas sumber daya manusia dinilai masih sangat lemah, sehingga pengelolaan akan sumber daya alam pun banyak yang dikuasai oleh pihak asing. 
Ironis memang, namun demikianlah faktanya, negeri ini menjadi salah satu negeri yang paling konsumtif, yang lebih ironis lagi adalah kebutuhan akan berbagai bahan pokok pun di impor dari luar negeri. Garam misalnya, negeri yang kaya akan kekayaan maritim ini justru mengimpor garam dari luar negeri karena kelangkaan garam dalam negeri. 

Belum lagi masalah pekik lainnya yang ada, seperti kemiskinan (kesenjangan ekonomi), membuminya korupsi, radikalisme, integrasi, dan masalah internal lainnya.

Serentetan hal tersebut terus dirasakan rakyat negeri ini. Pemerintah sebagai penerus estafet kepemimpinan bangsa khususnya dipimpin oleh presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla yang berkuasa akhirnya merancang suatu program yaitu Nawacita (Sembilan Cita-cita), salah satunya adalah program kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik[1]. 

Program tersebut akan terwujud apabila adanya insfrastruktur (fisik), khususnya infrastruktur penunjang kemajuan ekonomi, seperti jalan tol, jembatan, bandara, dan lain-lain. Infrastruktur sendiri merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. 

Pengertian ini merujuk kepada insfrastruktur sebagai suatu sistem, dimana insfrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.[2] Lalu, efektifkah program pembangunan insfrastruktur oleh pemerintah ini? Berapa rupiahkah pemerintah mengeluarkan biaya pembangunan ini? Dan seberapa besarkah manfaatnya bagi rakyat?

Seperti yang dikutip dari Republika.co.id.Presiden RI Joko Widodo mengatakan pembangunan insfrastruktur yang terus digenjot pemerintah saat ini dalam rangka mempersatukan Indonesia. Jokowi ingin ada keadilan dalam pembangunan insfrastruktur dari Sabang sampai Merauke. "Kenapa kita bangun infrastruktur besar-besaran, itu karena memang kita ingin anggaran ini fokus, kerjain satu, tapi fokus. 

Untuk apa? Bukan karena masalah ekonomi, mobilitas barang dan orang, tetapi dengan insfrastruktur akan menyatukan kita Indonesia," kata Presiden saat membawakan pidato pada pembukaan Kongres ke-XX Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Manado, Rabu (15/11).[3]

Apabila kita menganalisis fenomena pembangunan insfrastruktur yang ada saat ini memang mengalami peningkatan yang sangat signifikan khususnya pembangunan insfrastruktur penunjang, salah satunya sarana penghubung transportasi. Transportasi seperti dikemukakan Nasution (1996:121) adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. 

Kegiatan tersebut mengandung tiga hal, yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut, dan terdapatnya jalan untuk dilalui.[4] Adapaun pembangunan penunjang transportasi yang dimaksud seperti jalan nasional sepanjang 2.225 kilometer, jalan tol sepanjang 132 kilometer, dan jembatan 16.246 metetr di berbagai daerah di Indonesia. 

Pemerintah juga sedang membangun ruas rel kereta api, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Train (LRT), Commuter Line, dan Tol Laut. Selain itu, pembangunan Bandar Udara juga terus dikebut bahkan sudah ada yang diresmikan, begitupun dengan pemenuhan kebutuhan listrik dengan program 35.000 megawatt yang hendak di realisasikan pemerintah.[5]

Pembangunan-pembangunan insfrastruktur tersebut tentunya berasal dari APBN, dengan pengalihan subsidi sektor konsumtif dan peningkatan pajak serta bekerjasama dengan pihak swasta. Pemerintah akan menaikkan anggaran untuk insfrastruktur dari 150-200 triliun menjadi 200-400 triliun, sebuah anggaran yang sangat besar. 

Bersamaan pula dengan utang luar negeri Indonesia yang telah mencapai 3.900 triliun, oleh karena itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika setiap WNI mempunyai tanggungan hutang sebesar Rp13.000.000./orang.

Pembanguan yang begitu besar tersebut seolah-olah program utama pemerintahan saat ini hingga melupakan program yang lainnya, seperti penegakkan supremasi hukum, radikalisme, korupsi, dan pendidikan. 

Bahkan kontroversi pun terjadi setelah presiden Jokowi menjual berbagai insfrastruktur yang sudah jadi kepada pihak asing dan aseng (seperti Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu/Becakayu),[6] hingga menjadikan BUMN sebagai jaminan atas besarnya utang luar negeri Indonesia. 

Bahkan, bukan tidak mungkin insfrastruktur-insfrastruktur yang lain pun kemungkinan akan dijual. Disinilah mencuat berbagai fenomena kejanggalan program Nawacita Jokowi yang lebih mengutamakan program ekonomi daripada tatanan pemerintahan yang lebih baik serta perbaikan karakter bangsa. 

Bahkan yang paling mencengangkan adalah timbulnya konstelasi akan ketidakberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil, hal ini setelah adanya pembangunan yang menimbulkan kontroversi seperti Reklamasi Teluk Jakarta, Kota Meikarta, dan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Secara umum pembangunan insfrastruktur penunjang tersebut sangat berdampak baik bagi masyarakat, seperti cepatnya perpindahan barang dan orang (transportasi), atau meratanya distribusi barang dan jasa, juga adanya peningkatan ekonomi yang tidak hanya berpusat di Pulau Jawa, dan tentunya akan berdampak pada unsur-unsur lainnya. 

Namun sekali lagi, pembangunan besar-besaran insfrastruktur tersebut nampaknya meruntuhkan jati diri bangsa sebagai bangsa yang besar dan kaya. Bagaimana tidak, hutang Negara yang selangit yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur kiranya akan memakan korban dengan berpindah kepemilikannya BUMN sebagai aset bangsa, utang yang besar tersebut seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat secara langsung. 

Rakyat juga masih merasakan pekik karena masih sulit atas kesejahteraan ekonomi yang digadang-gadang oleh pemerintah, bahkan peningkatan ekonomi Negara pun turun sangat drastis ke-4.88% pada 2017 ini, penurunan yang terburuk sepanjang sejarah demokrasi langsung.

Bagaimanapun juga pemerintah harusnya menyadari bahwasannya kesejahteraan rakyat dan keadilan rakyat menjadi prioritas pembangunan di negeri ini. Pembangunan insfrastruktur yang banyak disana-sini belum tentu dirasakan langsung oleh masyarakat dan berdampak bagus dalam peningkatan ekonomi, apalagi sampai terus menjual aset Negara dengan menambah jumlah utang luar negeri Indonesia. 

Pemerintah juga perlu menekankan pada pembangunan karakter bangsa yang kuat sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas di tengah persaingan global yang bebas. Program Nawacita yang digagas penuh oleh Jokowi nampaknya merupakan janji kampanye dan program yang ideal serta mewakili program rakyat, namun apalah artinya apabila program tersebut hanya berupa janji-janji politik belaka yang yang tidak dilaksanakan. 

Kepuasan tingkat masyarakat sementara ini memang besar terhadap pemerintahan yang ada, namun hal tersebut sewaktu-waktu akan berubah sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh rakyat. Peran bijak pemerintah juga harus diperbaiki, pemerintah tidak bisa selamanya membodohi rakyat oleh tegak dan megahnya pembangunan insfrastruktur apalagi yang akan dirasakan dampaknya dalam jangka waktu yang panjang dan dijual kepada asing. 

Masih banyak PR pemerintah dalam hal penegakkan supremasi hukum, peningkatan pajak, korupsi, pendidikan yang berkualitas, lapangan pekerjaan, serta perpecahan antar-bangsa yang belum terselesaikan. Cerminan Nawacita akan terus berjalan setidaknya selama 2 tahun kedepan dengan berbagai PR yang ada. Harapan rakyat pun bergantung akan dipenuhinya janji-janji kampanye demi terwujudnya bangsa yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Cakrawijaya, Jurnal Pembangunan Insfrastruktur Pedesaan. 2013. Semarang: Universitas Diponegoro,
Republika.co.id(15/11/2017).
N. Jamaludin. Adon. Sosiologi Perkotaan.2015. Bandung: Pustaka Setia.
Kompas.com(16/08/2017).
Tribun.bisnis.(13/11/2017).
[1] Kompas.com
[2] Cakrawijaya, Jurnal Pembangunan Insfrastruktur Pedesaan, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2013)
[3] Republika.co.id(15/11/2017).
[4] Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Perkotaan.(Bandung: Pustaka Setia, 2015).
[5] Kompas.com(16/08/2017).
[6] Tribun.bisnis.(13/11/2017)

You May Also Like

0 komentar